Monday, May 17, 2010

I love U, Mom and Dad

“Harus ada yang kita ubah. Kalau kita mau mengingat nasihat Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah tentang anak-anak kita, tentang betapa mereka lahir untuk zaman yang akan datang dan bukan zaman saat kita menepuk dada hari ini, terasa betul bahwa kita harus membangun visi hidup mereka. Harus kita siapkan pendidikan mereka dengan pendidikan yang menghidupkan jiwa, menguatkan tekad, membangkitkan hasrat untuk berbuat baik, dan menempa sikap mental yang unggul untuk menentukan wajah masa depan dunia. Bukan hanya masa depan mereka”. Kalimat ini menjadi pembuka dalam buku Positive Parenting-nya Muhammad Fauzil Adhim. Kalimat yang cukup untuk mengantarkan pembacanya menuju lautan ilmu yang dalam mengenai cara-cara mengembangkan karakter positif pada anak.

Membaca buku ini bagi saya tidak hanya menjadi langkah persiapan menjadi orang tua, tapi juga napak tilas perjalanan orang tua saya dalam membesarkan putri-putrinya. Memang tidak sepenuhnya sama, namun justru ini yang menjadi celah bagi kita untuk belajar menyempurnakan pendidikan yang telah orang tua kita berikan. Siapa sih yang menginginkan generasi mendatang lebih buruk keadaannya? Teringatlah kita pada firman Alloh

”Dan hendaklah orang-orang pada takut kalau-kalau di belakang hari mereka meninggalkan keturunan yang lemah, dan mencemaskan (merasa ketakutan) akan mereka. Maka bertakwalah kepada Alloh dan berkatalah dengan perkataan yang benar” (Q.S An Nisa : 9)

Sudah menjadi fitrah bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan. “Merupakan suatu kenikmatan yang hakiki jika suatu keluarga mendapat anugerah anak, dan itu perlu disyukuri. Namun apakah hanya sebatas mengucapkan hamdallah dan takjub dengan wujud bayi yang baru dilahirkan?”, begitu Bu Nia Raihanah S.Psi, Psych menyampaikan pendahuluan dalam parenting class yang diadakan oleh Salman ITB. Pertanyaan itu tentu menarik untuk dikaji bukan? Sebab betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka menyiapkan diri menjadi orang tua. Bukan karena mereka memiliki kepatutan sebagai orangtua. Jadi tidak hanya sebatas hamdalah, itu hanya pembuka pintu gerbang menuju dunia yang sarat tantangan dan kemudahan, dihiasi tawa dan derai air mata, diiringi harapan dan ketakutan, hakikatnya dapat menjadi jalan ke surga atau ke neraka, yang disebut world of parenting.

Membaca buku dan mengikuti kelas yang sebagian besar muridnya adalah orang tua ini membuat saya ingin menyatakan “Ayah, Bunda, aku mencintai kalian”. Betapa tidak, tugas keayahbundaan yang bergantung di pundak mereka sejak saya lahir ke dunia begitu berat dan melelahkan, tapi mereka tak pernah berpikir menyesal memiliki saya. Dan rasa-rasanya, orang tua yang normal tidak akan pernah menyesal atas kehadiran seorang anak di dunia, meski kadang tak selalu sejalan dengan harapan mereka. Namun dengan membaca buku ini pula, terlintas keinginan bertanya “Mengapa aku tidak seperti mereka, Ayah, Bunda? Mengapa tak kau ajarkanku ini dan itu? Mengapa tak kau tanamkan padaku ini dan itu sedari kecil? Mengapa tak kau didik aku seperti ini dan itu?”. Bukan salah bunda mengandung, jika saya adalah saya apa adanya. Tapi ini bukan ajang pembenaran atas segala karakter saya yang buruk, bukan, apalagi menyalahkan mereka yang telah berpayah-payah membesarkan saya. Pertanyaan-pertanyaan ini justru harus menjadi landasan saya untuk membesarkan generasi yang lebih baik, lebih baik dari ibu dan ayahnya, kakek dan neneknya.

Ah, kenapa tidak saya gunakan subjek ‘kita’ atau ‘seseorang’ dalam tulisan ini? Kenapa saya gunakan subjek dan sekaligus objek ‘saya’? Tidak lain karena ingin berbagi hikmah secara langsung dengan teman-teman secara jujur. Mengapa saya menulis tema parenting ini? Agar kita mau menyisihkan sebagian waktu untuk belajar ilmu yang membuat kita bersyukur akan ayah-bunda kita sekaligus menyiapkan generasi yang akan memberi bobot pada bumi dengan serangkaian kebaikan dan keshalihan.

-18 Desember 2007-

No comments:

Post a Comment