Monday, May 17, 2010

Jahe dan Khasiat Anti Bakteri

Jahe adalah rempah-rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Tanaman ini selain digunakan sebagai bumbu dapur juga berkhasiat sebagai obat. Ciri khas jahe terdapat pada aroma dan rasanya yang tajam. Aroma pada jahe disebabkan oleh adanya minyak atsiri terutama golongan seskuiterpenoid sebanyak lebih dari 3 %. Sedangkan rasa yang pedas disebabkan oleh adanya senyawa gingerol dan shogaol. Di Indonesia, jahe diracik menjadi suatu minuman penghangat badan yang dikenal dengan nama wedang jahe. Minuman ini sangat bermanfaat untuk mengusir dingin terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pegunungan.

Zingiberis officinale, nama latin tanaman jahe merupakan tanaman yang tumbuh tegak dan merumpun dengan tinggi mencapai 30 cm – 1m. Jahe biasanya ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (daerah subtropis dan tropis) pada ketinggian 1500 m diatas permukaan laut. Menurut Farmakope Belanda, Zingiber rhizoma (rimpang jahe) yang berupa umbi Zingiber officinale mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering dipakai sebagi rumusan obat-obatan atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar prioritas WHO, jahe merupakan tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia.



Bijak Mengkonsumsi Obat Anti Nyeri

Pemahaman bahwa obat akan selalu bermanfaat baik bagi manusia kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi apapun adalah salah. Kenyataan menunjukkan bahwa obat memiliki dua sisi berlawanan. Di satu sisi ia dapat memberi manfaat dan di sisi yang lain dapat membahayakan bagi penggunanya. Obat hanya akan memberi manfaat apabila digunakan secara tepat. Pada dosis yang dianjurkan, obat memiliki dua jenis efek yaitu efek yang diinginkan atau efek terapi dan efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping. Semakin tinggi dosis, efek samping akan lebih terasa namun tidak semua pengguna obat merasakan efek tersebut. Hal ini bergantung pada kepekaan pengguna.

Obat anti nyeri merupakan obat yang ditujukan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri, misalnya pada sakit kepala, sakit kepala pada migren, sakit gigi, nyeri otot, nyeri haid (dismenorea primer). Beberapa obat anti nyeri atau analgesik memiliki khasiat sebagai penurun demam (antipiretik) dan mengurangi proses peradangan (anti inflamasi). Obat ini digolongkan sebagai obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Obat anti nyeri yang beredar sebagai obat bebas adalah untuk sakit yang bersifat ringan, sedangkan untuk sakit yang berat (misalnya sakit karena batu empedu, kanker) perlu menggunakan jenis obat keras yang membutuhkan pemeriksaan dokter.

The Hidden Face Of Iran

Buku yang “recommended” ini, kata 3an, memang memikat luar biasa. Novel ini merupakan catatan perjalanan keluarga Irlandia berkewarganegaraan Amerika Serikat untuk mencari pembantu rumah tangganya sewaktu mereka tinggal 10 tahun di Teheran. Terence Ward dengan sangat apik menggambarkan perjalanannya yang penuh petualangan bersama kedua orang tuanya, Donna dan Patrick, serta ketiga saudara laki-lakinya, Kevin, Chris dan Richard. Dibesarkan di Iran, pada tahun 1960an, Terrence Ward dan seluruh anggota keluarganya tidak mampu melupakan ikatan erat yang menyatukan mereka dengan Hassan, sang koki keluarga, pengurus rumah tangga dan pemandu budaya mereka.

Setelah meninggalkan Iran selama 30 tahun, Ward kembali ke negara itu bersama seluruh anggota keluarganya untuk melakukan pencarian terhadap Hassan. Masa lalu yang indah yang mereka habiskan selama 10 tahun di negara Khomeini itu benar-benar menyentuh. Kasih sayang yang terjalin antara keluarga “barat”, yang notabene dianggap sebagai sosok jahat dibelakang Shah Pahlavi, digambarkan dengan sempurna. Bagaimana tidak, setelah berselang 30 tahun mereka bertekad mencari Hassan dan keluarganya di suatu desa tak terkenal di negara Iran yang berada dalam instabilitas politik pasca revolusi dan perang. Sinting, begitulah kesan pemandu sewaan mereka, Avo, selama perjalanan panjang itu.

Bila Perempuan Tidak Ada Dokter

Di dunia ini, ada jutaan perempuan yang hidup di kota-kota dan desa-desa ‘yang tidak ada dokter’ atau kalaupun ada, layanan kesehatan di daerah itu umumnya tidak terjangkau. Oleh karena itu banyak di antara mereka yang menderita, bahkan banyak pula yang meninggal, hanya karena tidak terjangkaunya layanan perawatan dan pengobatan, serta tidak tersedianya informasi yang memadai tentang seluk beluk kesehatan perempuan. Untuk merekalah buku ini ditulis. Bagaimanakah faktanya di Indonesia ?

Lalu mengapa PEREMPUAN? Jawaban dari pertanyaan ini langsung anda dapatkan di Bab I, karena “kesehatan perempuan adalah persoalan masyarakat”. Bila seorang perempuan sehat, ia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, memenuhi banyak peran yang dimilikinya dalam keluarga dan masyarakat serta membangun hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Setiap perempuan mempunyai hak atas perawatan kesehatan yang utuh sepanjang hidupnya, tidak hanya sebatas perannya sebagai istri dan ibu. Selain itu, kesehatan seorang perempuan bukan saja dipengaruhi oleh keunikan ragawi semata, melainkan juga dipengaruhi oleh seluruh kondisi sosial, kebudayaan dan ekonomi dimana dia berada. Intinya, jika kesehatan perempuan membaik, semua orang yakni perempuan itu sendiri, keluarganya, serta masyarakatnya akan menikmati manfaatnya.


Masyitoh

Membaca buku ini benar-benar membuat saya tidak bisa berhenti. Selain bahasanya yang agak puitis-melayu, juga hikmah dan kejadian sejarah yang mewarnainya. Tidak hanya pada inti ceritanya, tapi juga teror dibalik pembuatannya. Berdasarkan keterangan Taufik Ismail di buku Tirani dan Benteng, Ajip Rosidi, budayawan dan seniman angkatan 60an yang membuat buku Masyitoh ini menjadi bulan-bulanan maki-makian Lentera. Lentera merupakan ruang kebudayaan pimpinan Pramudia Ananta Toer yang selalu berkelit tidak mau dikaitkan organisatoris dengan Lekra/PKI. “Jadi apa sih sebenarnya isi buku Masyitoh itu? Mengapa ditentang oleh PKI?”. Alhamdulillah dapet juga bukunya dari pameran di PVJ, setelah tidak berhasil merasakan kegembiraan di bincang-bincang with Andrea Hirata.:’(

Well, ternyata buku itu bercerita tentang Masyitoh, atau Siti Masyitoh, tukang sisir putri Fir’aun. Mungkin teman-teman sudah pernah mendengar KISAHnya bukan? Yap betul, dialah Masyitoh, budak Fir’aun yang terkenal dengan pengorbanan agungnya. Drama Masyitoh ini hanya diperankan oleh 17 tokoh dengan latar yang sangat minim, tapi tidak mengurangi makna yang ingin dimunculkan secara langsung oleh penulis. Masyitoh menjadi lambang tauhid serta iman. Dalam mendirikan hak Alloh, ia bersedia mengorbankan dirinya sendiri. Namun, tafsiran umum yang selama ini berkembang terhadap kerelaan masyitoh berkorban ini umumnya terbatas pada kerelaan pengorbanan perseorangan yang bersifat agamawi dalam arti yang sempit. Padahal pengorbanan Masyitoh ini adalah suatu pengorbanan tanpa tawar-menawar lagi terhadap martabat manusia. Sungguh, nilai-nilai ini yang kita rasakan sudah semakin hilang, padahal masyarakat membutuhkan figur yang sanggup membuktikan pengorbanan logis bahwa Alloh lebih ia cintai daripada dirinya sendiri.

Teman, Andakah Orang Hebat Itu?

Pernahkah anda merasakan saat-saat dimana anda tidak merasa hebat? Apa yang membedakan kita dengan generasi sahabat Rasulullah sehingga mereka mampu mengantarkan umat menuju terang di bawah panji Alloh? Udara yang dihirup berkomposisi sama, waktu yang diberikan sama-sama 24 jam, tangan yang diberikan sama-sama dua, organ yang diamanahkan juga sama-sama sempurna.

Imam Syafi'i mampu memecahkan 72 masalah fiqh yang bermanfaat bagi kaum muslimin dalam semalam, Condoliza Rice meraih gelar doktor pada usia 25 tahun, Muhammad Fathy Farahat syahid di usianya yang masih belia, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’i hafizh pada usia 5 tahun dan mendapat gelar doktor honoris causa pada usia 7,5 tahun dan pesona orang-orang hebat lainnya. Bagaimana dengan saya dan anda?
Pernahkah anda merasa tertekan saat anda tak mampu menjadi orang hebat? Usah risau, coba simak tulisan Taufik Ismail yang tersohor itu:

Dari Pangandaran Hingga Palembang

Menjadi ‘pengantin jarak jauh’ memang tidak mudah. Dalam sebulan hanya sekitar 10 hari bertemu. Karena itu sebisa mungkin waktu yang sempit tersebut dimanfaatkan dengan baik. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya pribadi maupun sosial direncanakan bersama-sama. Salah satunya adalah berjalan-jalan.

Alhamdulillah akhir februari lalu kami berkesempatan berjalan-jalan ke pantai pangandaran, pantai selatan yang beberapa tahun lalu diterjang tsunami. Kami berangkat menggunakan bis budiman Bandung-Pangandaran non AC dari terminal Cicaheum. Perjalanan ditempuh selama 5,5 jam dengan sekali pemberhentian istirahat di kota Tasikmalaya. Setelah itu kami memakai jasa tukang becak untuk mengantarkan kami ke penginapan. Hotel Sunset menjadi pilihan, karena lokasinya depan pantai dan harganya standar. Kelebihan hotel ini karena selain interior kamarnya yang nyaman juga dekat sekali dengan pantai. Sedangkan hotel lainnya ada yang jauh dari pantai dan ada juga yang berhadapan langsung dengan kios-kios yang berdempetan, sehingga dari segi pemandangan kurang bagus dibanding Sunset Hotel. Hanya saja kekurangan hotel ini adalah ’minim’nya sarana swimming pool (sempit) dan beberapa kekurangan yang sangat teknis, seperti keran air minum yang tersendat, handuk yang ternyata sedikit bolong, dan lemari yang beralas lantai..hehe. Tapi overall, jika teman2 sekeluarga berlibur ke Pangandaran, kami rekomendasikan hotel ini sebagai tempat peristirahatan.

Pagi-pagi saat matahari terbit adalah waktu yang tepat tuk berolahraga. Kami berlari-lari kecil di pantai, mengagumi hamparan laut tak berbatas, mengukir nama kami di pasir sambil tersenyum. Flash..blitz pun menyala, tak bosan memuaskan sifat narsis yang terkadang muncul :).

Ke Pangandaran rasanya tak lengkap jika tidak ke pasir putih. Arah barat laut dari Sunset hotel. Untuk mencapainya bisa dengan jalan darat atau jalan laut. Jika anda pilih jalan laut, yang tentunya lebih cepat dan menantang, anda harus lihai dalam menego supir perahu. Terdapat beberapa pilihan paket, yaitu hanya diantar ke pasir putih saja, mengelilingi pantai barat pangandaran saja atau paket setengah perjalanan, atau mengelilingi pantai barat hingga timur pangandaran atau paket kumplit. Pemandangan yang ditawarkan adalah gua sarang burung walet, karang-karang yang memiliki bentuk tertentu seperti batu kipas, karang iguana, karang buaya dan karang kodok lompat, gaban atau rumah kecil di tengah laut, tempat nelayan menjaring ikan di malam hari, dan tentunya yang tak kalah menantang adalah gempuran ombak di sepanjang perjalanan. Betapa Allah telah menundukkan laut dan juga bahtera untuk manusia, agar laut itu bisa dilintasi dan agar nelayan dapat mencari penghidupan dengannya, dan agar kami bisa berfoto..hehe.

Di pasir putih, petualangan takkan seru jika hanya berenang karena disana ada tempat wisata yang sayang jika tidak dikunjungi, diantaranya adalah gua-gua alam dan gua-gua jepang, tempat pertahanan diri dari tentara sekutu dan tempat pembantaian para pekerja romusha. Anda pun bisa tetap foto sambil bertualang asal pintar memilih tempat dan tema. Misalnya ”kemunculan dari gua bawah tanah” seperti kami :). Selama anda bisa menikmati setiap tempat yang anda kunjungi maka nikmatilah..sebelum itu hanya akan menjadi kenangan.


Pilihan selain berenang adalah snorkling. Di pasir putih terdapat penyewaan alat snorkling lengkap, biasanya sudah sepaket dengan perjalanan naik perahu. Snorkling sambil menikmati taman laut kemudian pulang dengan menaiki kayu penyeimbang perahu berkecepatan tinggi di sisi kanan atau kiri tentu akan menjadi pengalaman tak terlupakan.

Ketika malam tiba, jangan lupa untuk berjalan-jalan ke pasar ikan di dekat pantai timur Pangandaran. Dari Sunset Hotel memang jauh, namun banyak becak yang setia menunggu. Konsep rumah makan di pasar ikan cukup unik, yaitu kita bisa pilih ikannya langsung di tempat. Tak lupa kami sarankan agar anda bertanya terlebih dahulu mengenai jumlah porsi untuk satu jenis makanan. Alih-alih anda hanya memesan 2 jenis makanan, malah terpaksa menghabiskan 4 porsi. Ya, karena 1 jenis makanan bisa dinikmati oleh 2 hingga 3 orang bahkan 4 orang.

First Flight..

2 hari telah berlalu, saatnya kami untuk pulang dan berbenah rumah. Namun agenda berubah setelah Mas Trian mendapat email undangan training di Palembang selama 2 hari. Ahad kami pulang ke Bandung, Selasa pagi kami berangkat ke Palembang. Sungguh ini pengalaman pertama saya naik pesawat, berada dekat dengan awan-awan putih yang melayang, ada yang tebal, ada yang tipis. Dari ujung timur, mentari mulai meninggi, sinarnya melukis cakrawala dengan warna keemasan. Indah tak dinyana, terimakasih ya Allah, terimakasih Mas.

Di palembang, kami berjalan-jalan ke tempat yang direkomendasikan seorang kawan, asli Palembang :). Tidak ada salahnya jika anda juga berkunjung ke tempat-tempat tersebut jika anda sekeluarga ke Palembang. Diantaranya adalah sentra songket yang tidak hanya menawarkan kain songket khas palembang tapi juga berbagai cindera mata. Untuk wisata kuliner, selain pempek ada martabak har, yaitu martabak mini semacam telur dadar yang berisi daging dengan bumbu kuah santan dan sambal. Untuk wisata religi, ada Mesjid Agung Palembang. Selain itu tentu anda harus menyempatkan diri untuk mengambil foto di tempat yang benar-benar khas Palembang. Apalagi jika bukan jembatan Ampera dan Sungai Musinya. Jembatan Ampera yang berdekatan dengan Benteng Kuto Besak dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II terlihat lebih indah di malam hari. Dan tampaknya warga disana tak mengenal hari kerja maupun libur, sebab baik weekend maupun weekdays, lokasi tempat melihat jembatan Ampera yang gagah menjulang terlihat ramai.



Waktu berjalan-jalan pun usai, kami harus kembali pada aktivitas rutin. Saya ke Bandung dan Mas Trian ke field. 2 minggu lagi baru bisa berjumpa. Alhamdulillah untuk kesempatan menikmati indahnya melintasi selat, Alhamdulillah untuk kesempatan memijak bumi sumatera selatan, Alhamdulillah...

-18 Maret 2009-

Belajar Dari Sel Darah Merah

Manusia memiliki sistem organ yang sangat kompleks. Salah satunya adalah sistem kardiovaskular atau sistem sirkulasi. Komponen dari sistem sirkulasi adalah darah sebagai transporter, pembuluh darah sebagai jalannya dan jantung sebagai pompanya. Darah berperan dalam proses transport, pengaturan pH dan komposisi elektrolit, pembekuan darah, pertahanan tubuh serta menjaga/menstabilisasi suhu tubuh. Darah terdiri dari bagian utama yaitu plasma darah (55%) dan elemen darah (45%). Plasma darah sebagian besar disusun oleh air (92%), sedangkan elemen darah terdiri dari eritrosit, leukosit, dan platelet. Sekarang, mari kita fokuskan bahasan kita pada eritrosit yang darinya kita belajar banyak hal.

Eritrosit berperan terutama dalam transport gas. Ukurannya sekitar 7,5µm, bentuknya cakram bikonkaf atau cakram pipih dengan bagian pusat lebih tipis dan lebih terang dari bagian tepinya. Bentuk ini menguntungkan karena permukaannya menjadi lebih luas untuk proses difusi gas (dibandingkan bentuk bola atau kubus). Eritrosit merupakan sel tidak berinti, tidak punya organel seperti sel-sel lain. Ia seolah-olah merupakan kantung untuk hemoglobin (Hb). Hb adalah protein eritrosit yang berfungsi dalam mentransport O2.

Eritrosit ‘didedikasikan sepenuhnya’ oleh Alloh untuk mentransport gas respirasi (O2 & CO2). O2 merupakan gas yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh kita untuk proses metabolisme. Sedangkan CO2 merupakan gas buangan yang harus dikeluarkan dari tubuh. Eritrosit tidak memiliki mitokondria sehingga energi yang diperolehnya berasal dari metabolisme anaerob (tidak membutuhkan O2). Oleh karena itu eritrosit tidak akan mengkonsumsi O2 yang ditransportnya. Hal ini membuat eritrosit sebagai pentransport yang ’efisien’ dan ’profesional’. Pelajaran pertama dari eritrosit adalah ”Amanah tanpa Pamrih”. Betapa sel yang suprakecil itu telah berbuat banyak untuk sel-sel sahabatnya yang lain. Mereka adalah sel-sel yang menyusun otak, lambung, usus, telinga, semuanya.. Eritrosit bekerja sesuai dengan perintah yang diberikan oleh sang Arsitek, yaitu ”mentransport”. Dan tidak ada korupsi, karena sekali korupsi ”energi”, maka tubuh akan lemah dan akan berdampak secara tidak langsung pada fungsi eritrosit itu sendiri. Subhanalloh..

Bagaimana eritrosit dibentuk? Pembentukan eritrosit atau disebut juga eritropoiesis terjadi di sumsum merah yang terletak pada tulang belakang, sternum (tulang dada), tulang rusuk, tengkorak, tulang belikat, tulang panggul serta tulang-tulang anggota badan (kaki dan tangan).

Eritrosit ini memiliki waktu hidup yang relatif pendek. Hal ini disebabkan gangguan mekanis dan kondisi internal eritrosit itu sendiri. Tidak adanya inti menyebabkan eritrosit memiliki sejumlah keterbatasan. Eritrosit tidak mampu mensintesis protein untuk tumbuh, atau untuk memperbanyak diri. Eritrosit lama kelamaan akhirnya menjadi tua dan kehilangan fleksibilitasnya. Eritrosit menjadi kaku dan rapuh.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 700 mil dalam 120 hari, membran selnya rusak dan hal ini dideteksi oleh sel-sel fagosit dan selanjutnya eristrosit ditelan. Lalu eritrosit baru memasuki sirkulasi dengan kecepatan yang sebanding dengan eliminasinya. Sekitar 1 persen dari eritrosit yang bersirkulasi diganti setiap hari, dan sekitar 3 juta eritrosit baru memasuki sirkulasi setiap detik untuk menggantikan peran ”pendahulu–pendahulu eritrosit”. Pelajaran kedua dari eritrosit adalah ”Kerja keras dan kaderisasi/regenerasi”. Eritrosit dalam 1 menit mengalami sirkulasi dari jantung ke seluruh bagian tubuh hingga akhirnya kembali ke jantung. Bukan pekerjaan yang ringan bagi makhluk Alloh yang mungil ini, itu sama halnya kita diminta berlari mengelilingi stadion senayan sampai ”KO” :p. Dan kelelahan ini pastinya akan sampai pada puncak sehingga harus ada yang menggantikan. Seperti panglima perang yang syahid di atas kudanya sambil memegang panji, maka harus ada yang kembali menjunjung panji itu hingga perang usai dan kemenangan di genggaman. Dan proses regenerasi tidak hanya dikenal dalam dunia manusia (makro) saja, tapi juga dunia sel (mikro) dimana markas sumsum merah atas perintah sistem pengaturan dan tentunya kehendak Alloh menjadi basis pencetak generasi fresh eritrosit yang akan kembali menunaikan ”amanah tanpa pamrih”. Dan begitu seterusnya.. wallahu’alam

Referensi :
1. Catatan kuliah ”Hematologi” (mata kuliah pilihan Farmasi ITB)
2. Essential Hematology, karangan A.V. Hoffbrand
3. Dinamika Obat, Edisi kelima, karangan Ernst Mutschler

I love U, Mom and Dad

“Harus ada yang kita ubah. Kalau kita mau mengingat nasihat Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah tentang anak-anak kita, tentang betapa mereka lahir untuk zaman yang akan datang dan bukan zaman saat kita menepuk dada hari ini, terasa betul bahwa kita harus membangun visi hidup mereka. Harus kita siapkan pendidikan mereka dengan pendidikan yang menghidupkan jiwa, menguatkan tekad, membangkitkan hasrat untuk berbuat baik, dan menempa sikap mental yang unggul untuk menentukan wajah masa depan dunia. Bukan hanya masa depan mereka”. Kalimat ini menjadi pembuka dalam buku Positive Parenting-nya Muhammad Fauzil Adhim. Kalimat yang cukup untuk mengantarkan pembacanya menuju lautan ilmu yang dalam mengenai cara-cara mengembangkan karakter positif pada anak.

Membaca buku ini bagi saya tidak hanya menjadi langkah persiapan menjadi orang tua, tapi juga napak tilas perjalanan orang tua saya dalam membesarkan putri-putrinya. Memang tidak sepenuhnya sama, namun justru ini yang menjadi celah bagi kita untuk belajar menyempurnakan pendidikan yang telah orang tua kita berikan. Siapa sih yang menginginkan generasi mendatang lebih buruk keadaannya? Teringatlah kita pada firman Alloh

”Dan hendaklah orang-orang pada takut kalau-kalau di belakang hari mereka meninggalkan keturunan yang lemah, dan mencemaskan (merasa ketakutan) akan mereka. Maka bertakwalah kepada Alloh dan berkatalah dengan perkataan yang benar” (Q.S An Nisa : 9)

Sudah menjadi fitrah bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan. “Merupakan suatu kenikmatan yang hakiki jika suatu keluarga mendapat anugerah anak, dan itu perlu disyukuri. Namun apakah hanya sebatas mengucapkan hamdallah dan takjub dengan wujud bayi yang baru dilahirkan?”, begitu Bu Nia Raihanah S.Psi, Psych menyampaikan pendahuluan dalam parenting class yang diadakan oleh Salman ITB. Pertanyaan itu tentu menarik untuk dikaji bukan? Sebab betapa banyak suami yang menyandang gelar bapak hanya karena istrinya melahirkan. Sebagaimana banyak wanita disebut ibu semata-mata karena dialah yang melahirkan. Bukan karena mereka menyiapkan diri menjadi orang tua. Bukan karena mereka memiliki kepatutan sebagai orangtua. Jadi tidak hanya sebatas hamdalah, itu hanya pembuka pintu gerbang menuju dunia yang sarat tantangan dan kemudahan, dihiasi tawa dan derai air mata, diiringi harapan dan ketakutan, hakikatnya dapat menjadi jalan ke surga atau ke neraka, yang disebut world of parenting.

Membaca buku dan mengikuti kelas yang sebagian besar muridnya adalah orang tua ini membuat saya ingin menyatakan “Ayah, Bunda, aku mencintai kalian”. Betapa tidak, tugas keayahbundaan yang bergantung di pundak mereka sejak saya lahir ke dunia begitu berat dan melelahkan, tapi mereka tak pernah berpikir menyesal memiliki saya. Dan rasa-rasanya, orang tua yang normal tidak akan pernah menyesal atas kehadiran seorang anak di dunia, meski kadang tak selalu sejalan dengan harapan mereka. Namun dengan membaca buku ini pula, terlintas keinginan bertanya “Mengapa aku tidak seperti mereka, Ayah, Bunda? Mengapa tak kau ajarkanku ini dan itu? Mengapa tak kau tanamkan padaku ini dan itu sedari kecil? Mengapa tak kau didik aku seperti ini dan itu?”. Bukan salah bunda mengandung, jika saya adalah saya apa adanya. Tapi ini bukan ajang pembenaran atas segala karakter saya yang buruk, bukan, apalagi menyalahkan mereka yang telah berpayah-payah membesarkan saya. Pertanyaan-pertanyaan ini justru harus menjadi landasan saya untuk membesarkan generasi yang lebih baik, lebih baik dari ibu dan ayahnya, kakek dan neneknya.

Ah, kenapa tidak saya gunakan subjek ‘kita’ atau ‘seseorang’ dalam tulisan ini? Kenapa saya gunakan subjek dan sekaligus objek ‘saya’? Tidak lain karena ingin berbagi hikmah secara langsung dengan teman-teman secara jujur. Mengapa saya menulis tema parenting ini? Agar kita mau menyisihkan sebagian waktu untuk belajar ilmu yang membuat kita bersyukur akan ayah-bunda kita sekaligus menyiapkan generasi yang akan memberi bobot pada bumi dengan serangkaian kebaikan dan keshalihan.

-18 Desember 2007-

Perang Bubat Di Parijs Van Java

Menyoroti perdebatan tentang Perang Bubat di berbagai milis memang asyik (menurut sebagian orang) apalagi bagi mereka yang mencintai sejarah atau hendak menguak tabir sejarah yang telah mereka warisi dari para leluhur. Tapi belum lengkap rasanya jika tidak menghadiri diskusi antara Langit Kresna Hariadi dan Hermawan Aksan tentang buku mereka berdua di PVJ (Parijs Van Java) Bandung, 4 Juli kemarin. Acara yang menjadi bagian dari pameran buku seminggu ini memang sengaja dihadirkan, selain untuk mengupas tuntas buku Perang Bubat nya mas Langit Kresna dan Dyah Pitaloka nya Kang Hermawan juga untuk mempersilakan pembaca “mengapresiasi” atau bahkan “menghakimi” kedua penulis.

Di awal diskusi, moderator bertanya pada audiens perihal siapa yang telah membaca novel Dyah Pitaloka atau Perang Bubat. Tersebutlah 2 orang yang mengacungkan tangan sambil malu-malu, salah satu diantaranya adalah saya. Karena itu, saya dan mas galih (salah seorang audiens yang juga mengacungkan tangan) diminta untuk menceritakan kesan terhadap buku tersebut. Deg degan bukan main. Yang saya sampaikan adalah pertama:permohonan maaf pada mas Langit Kresna karena belum sempat membaca bukunya, kedua:lebih suka membaca novel sejarah dibandingkan teori sejarah yang menjemukan, ketiga:ending Dyah pitaloka yang menjadikan Gajah Mada sebagai penguasa yang tidak memiliki cinta nampaknya terlalu emosional, bukankah catatan sejarah Gajah Mada memang misterius? Karena di balik kedigdayaan seorang Patih idola Indonesia itu juga tersimpan cinta, karena fitrahnya adalah manusia biasa?, keempat:dari kisah itu saya baru menyadari bahwa mitos pertentangan “jawa-sunda” begitu mengurat akar, dan butuh waktu hingga ribuan putaran rembulan bertengger di langit malam.

*Sayangnya cuma dapet dorprize berupa voucher dari greenherbs, dikirain bakal dapet buku plus tandatangan mereka berdua

Akhirnya diskusi dimulai dengan penyebaran hand out 3 lembar tentang Perang Bubat. “Hand out ini dibuat oleh Trian Hendro, dia secara pribadi berdiskusi dengan saya tentang sejarah Jawa-Sunda, beliau bahkan menangis karena tidak bisa hadir disini”, aku Hermawan Aksan. Ck.ck.ck..salut lah. (ck..ck..ck sekarang Mas Hendro ini nak jadi suamiku :)..tak disangka..tak diduga)

Langit Kresna dan Hermawan Aksan punya latar belakang yang berbeda tentang tema sentral tulisan. “Mau anda sebut ini novel yang menguras emosi atau catatan tentang politik gajah mada, itu terserah”, tandas mas Langit. Sedangkan kang Her menyebutkan, “Saya hanya mau mengungkapkan makna yang sederhana, yaitu cinta. Dan salah satu faktor perang bubat adalah gajah mada tidak memiliki cinta”. Mas Langit memang sempat mendapatkan kritikan bahwa novel yang dibuatnya mengada-ada, tidak berdasarkan pada riset yang valid. Namun dalam kata pengantar di buku Perang Bubat karangannya, dia mengakui bahwa mempelajari sejarah untuk menelurkan buku tersebut sangatlah membutuhkan waktu dan perhatian ekstra, tidak hanya proses pengerjaan dan risetnya saja.

Mas Langit yang jawa dan beristrikan wanita sunda asli dayeuh kolot mengarahkan pendengar pada 1 pertanyaan, siapakah yang menyerang lebih dahulu? “Yang lebih dahulu tersinggung, dia yang menyerang”,ungkapnya. Dari kalimat itu saya tangkap, Sunda lah yang menyerang duluan. Lalu siapakah yang salah? “Ini bukan persoalan orang jawa atau sunda, atau siapa yang salah dan yang benar, tapi ini masalah sudut pandang. Sudut pandang satu adalah gajah mada jengkel dengan kerajaan sunda yang tidak mau bergabung (menjadi taklukan majapahit) padahal ongkos yang dikeluarkan majapahit untuk mengamankan pertahanan kelautan sangat besar, sudut pandang yang lain adalah kerajaan sunda merasa dilecehkan”, jawab Mas Langit. Sedangkan kang Her, yang ternyata asli brebes itu (lho..?), menjawab bahwa “Secara umum, sunda dan jawa tidak salah. Namun agar alur cerita lebih dramatis, kesalahan ditimpakan pada satu orang”. ”Saya tidak begitu hafal silsilah kerajaan jawa-sunda yang ternyata bersaudara itu, namun yang namanya cerita kan harus ada pemeran antagonisnya agar lebih seru”, tambah Kang Her.Well, ternyata itulah Gajah Mada.

Bagaimana sih komposisi fakta dan fiksi dalam kedua buku ini? Jika ini fiksi, apalah yang diperdebatkan? Perdebatan yang akhir-akhir ini marak di milis adalah seputar peran Gajah Mada. Yang jelas, masing-masing buku menyimpan kekuatan karakter dari setiap penulisnya. Tentunya, pembaca juga menginginkan fakta yang jujur tentang perang bubat itu yang konon tidak tercatat dalam negarakertagama. ”Memang sebagian besar adalah fiksi, namun ada beberapa fakta yang tidak saya ganggu gugat, misalnya Dyah pitaloka kawin lari dengan wirayudha, itu kan gak mungkin”, jelas Kang Her. Ya,yang namanya kisah tidak semua berakhir dengan bahagia, sama halnya kita mengenal Surga dan Neraka.

Stereotip budaya yang berkembang adalah mengenai perkawinan jawa-sunda, bahwa pria sunda jika menikah dengan wanita jawa maka akan awet rajet, bertengkar terus, dan juga sebaliknya. Buku Dyah Pitaloka hadir untuk menumbangkan stereotip tersebut dengan filosofi ”cinta” nya. Tentu saja, mitos ini tidak berlaku bagi kedua penulis karena ternyata keduanya beristrikan perempuan sunda (dengan asal usul kang Her yang ternyata Brebes..lho). Tapi bagi mas Langit, ia harus melampaui 12 bulan untuk diterima di keluarga sang istri, mengharukan.

Diskusi sudah berlangsung 1 jam hingga akhirnya kedua penulis membeberkan rahasianya. Langit kresna saat ini sedang membuat proyek gila-gilaan, yaitu menerbitkan novel 3 bulan sekali, sebanyak 10 jilid dengan tebal halaman masing-masing 832 halaman. Rumusnya adalah, bangun tidur kemudian menulis 3 halaman lalu berkativitas, lalu istirahat lagi, lalu menulis lagi 3 halaman, begitu seterusnya selama 24 jam seharian di dalam rumah. Sedikit ia membocorkan tema novelnya yaitu tentang beliung dari timur, kisah tentang candi murca. Hermawan Aksan tidak kalah produktif, ia berencana akan menulis novel lagi yang mengisahkan tentang pengembaraan Wastukencana, adik Dyah Pitaloka Citraresmi, menyusuri jawa timur untuk membalaskan dendam keluarganya. Tentunya ini fiksi. Wuih, kami tunggu karya bapak-bapak semua.

Diskusi ditutup dengan pernyataan dari mas Langit tentang pesan dari buku tersebut, ”Saya hendak meluruskan pernyataan Trian bahwa saya tengah menjadikan prajurit-prajurit Gajah Mada sebagai kambing hitam. Menurut saya, secara realistis di sekeliling kekuasaan selalu terdapat penjilat. Mahapatih punya pendukung dan juga penentang. Kemudian jangan ragu jika anda jatuh cinta dengan orang jawa dan sebaliknya”. Hm, pesan yang tidak begitu saja dapat meruntuhkan bangunan paradigma kebuadayaan yang menjulang tinggi, antara tanah jawa dan sunda. Sedangkan Kang Her menutup dengan ungkapan membesarkan hati bahwa buku ini tidak ia buat hanya untuk orang sunda, atau untuk orang jawa tapi untuk rakyat Indonesia.

Begitulah liputan singkat perang bubat di parijs van java. Tidak ada samudra merah yang menenggelamkan mentari senja, atau lautan darah di tanah tegal bubat. Tidak ada kilatan keris yang beradu dengan kujang, atau deru teriakan para kesatria kerajaan. Yang ada adalah pengumuman bahwa tanggal 7 juli Andrea Hirata akan ngobrol bareng Riri Reza tentang ”Aspek Filmis Tetralogi Laskar Pelangi” jam 4 sore, tetap di parijs van java, bandung tercinta.

-5 Juli 2007-

Sunday, May 16, 2010

Aku Ingin..

Aku ingin hati ini
Seperti bumi yang sabar
membentang samudra tak bertepi

Aku ingin hati ini
Seperti langit yang tegar
Menyentuh arak-arakan awan

Aku ingin hati ini
Seperti rembulan yang tulus
Menyampaikan pesan kerinduan

Aku ingin
Jiwa yang luas
Agar tak penuh ia
Menampung cinta

- 28 Oktober 2007-

Membaca Catatan Hati Seorang Istri

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca buku karya Asma Nadia yang menjadi best seller di tahun 2007. Judulnya adalah Catatan Hati Seorang Istri. Entah mengapa buku itu menjadi best seller, yang pasti dari 3 buku karangan mbak Asma yang berjejer di hadapan saya, buku itu yang saya pilih.


Lembar demi lembar kisah nyata dalam buku itu membuat saya tersadar akan sesuatu. Bahwa pengkhianatan, betapapun kecilnya, adalah menyakitkan. Dan maaf, yang saya saksikan selama ini, pengkhianatan itu lebih banyak dilakukan oleh pihak Bapak. Tentu ada alasan mengapa Bapak seperti itu. Entah dari pihak ibu yang tidak baik dalam mengurus rumah tangga atau dari pihak bapak sendiri yang tidak sanggup mengendalikan diri, atau dari pihak luar yang berusaha menggoyahkan ikatan diantara mereka. Apapun penyebabnya, ketika pengkhianatan itu berujung pada perpisahan maka sang pengkhianat lah yang akan menerima akibatnya. Ia akan dibenci oleh orang-orang yang selama ini mencintainya dan sedihnya lagi ia tidak berhak mencicipi masa depan anak yang telah ditinggalkannya. Apakah bapak mau menggadaikan masa tua bapak demi kenikmatan sesaat yang itu semua seharusnya bisa bapak dapatkan di rumah? Duhai para bapak, apakah engkau tidak bisa sedikit bersabar dengan kulit ibu yang memang semakin tua dan pelayanannya yang tidak lagi prima, padahal dulu kau susah payah meraih cintanya ? Dan Pak, apakah ibu tidak berhak mendapat teguran jika selama ini ia telah mengabaikanmu, berkurang perhatiannya padamu karena pekerjaan-pekerjaannya, mengapa kau diamkan saja dan mencari yang lain?


Perceraian meski dibolehkan tapi itu adalah perbuatan yang dibenci oleh Alloh. Ironis bukan jika sepasang insan yang saling mencintai harus saling berhadapan di meja hijau, membela diri sekuat tenaga dan menyalahkan satu sama lain. Dan tragedi ini dirasakan oleh anak, didengar dan disaksikan. Membuat guratan luka pada hatinya yang terus menganga sepanjang hidupnya dan semakin pedih pada saat-saat tertentu. Seperti halnya merpati yang kehilangan satu sayapnya. Tentu ia akan terbang dengan terseok, tak selincah kawan-kawannya yang ‘lengkap’ sayapnya. Lalu Pak, adilkah jika merpati yang lengkap sayapnya terbang bersama merpati yang kehilangan satu sayap? Bukankah berat untuk menerima kenyataan itu? Ah Pak, cinta, tetap saja tak kehilangan rasio.


Tak terasa saya sampai pada halaman terakhir. Langit sudah semakin gelap dan suara mesin kereta semakin jelas saja di malam hari. Helaan nafas yang panjang seolah menjadi tanda bahwa mata saya sudah lelah dan harus segera tidur. Entah mengapa buku itu menjadi best seller, mungkin buku itu telah menjadi salah satu pelipur lara jutaan hati kaum hawa atau karena dalam buku itu tersirat sebuah nasihat. Bahwa ketika engkau sakit hanya Allohlah tempatmu meminta kekuatan...Laa haula walaa quwwata illa billah.


-23 Agustus 2008-

Berpuisi Dengan Hati

Sekiranya engkau mengalami
Apa yang mereka alami
Maka kau pun kan berpuisi

Sekiranya engkau merasakan
Apa yang mereka rasakan
Maka kau pun kan beruntai kata

Pengalaman nyata atau khayal
Usahlah menjadi perdebatan
Karena masing-masing ditanggapi
Oleh hati dan pikiran

Puisi picisan itu tidak ada
Karena setiap kalimat kau maknai benar
Tersusun seperti Dia merangkai kisahmu
Dalam antologi syair kehidupan

Bukanlah menjadi pujangga
Yang mengantarkan kita pada kearifan
Tapi menulis kalimatmu dengan jiwa
Yang membawa hangatmu dalam keabadian

"Dan ajarkan sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani (Umar Bin Khattab)"

-16 Mei 2007-

Tentang Cinta

Dialah Cinta
Mahar tuk wujudkan bahagia
Diberikan bersama mawar-mawar asa
Yang kau tanam dan mekar di taman jiwa

Tabiat cinta
Simfoni yang senada dengan fitrah manusia
Asal ia terjaga sempurna
Sesempurna pengharapanmu pada surga

Dialah Cinta
Yang mengubahmu menjadi pujangga
Merangkai hikmah atas kehadirannya di dunia
Saat pekat kaulah taburan cahaya
Kala dahaga kau oase di hamparan sahara

Sejatinya cinta
Menemanimu menyusuri rimba dunia
Sarat bahaya, sarat nestapa
Namun tak henti cinta tersenyum setia

Begitulah Cinta
Atas dua jiwa

-31 Januari 2007-

Road To S.Si, Apt.

Tulisan ini dibuat untuk adik-adik dan kawan-kawan yang akan mengikuti jejak perjuangan menuju S.Si Apt, juga untuk sahabat-sahabat yang ingin mengetahui sekelumit aktivitas ujian apoteker di ITB..

----------------------------------

TAHAP 1 : UJIAN PENELUSURAN PUSTAKA

Hari 1

Akhirnya hari yang (tidak) dinanti itu tiba :). “Bismillah..Ya Alloh bimbing tangan kanan hamba untuk mengambil soal yang mampu hamba kerjakan”. Alhamdulillah, akhirnya keluarlah soal SUSPENSI KETOKONAZOL. Yup, my lucky morning. Dimulai dengan membuka FI IV, yes ada, FI III, yah..gak ada, GG 10 th, yes ada, AHFS 2005, ya Alloh indeksnya ilang :(, alhamdulillah ada neng citra di depan bangku ujian (Pesan 1 : PERHATIKAN INDEKS BUKU SEBELUM ANDA BERTARUNG), jangan seperti saya, pas Hari H baru ketahuan indeksnya kurang.

Monografi ketokonazol ini ternyata sedikit. Dan di pasaran hanya ada dalam bentuk tablet, krim dan shampoo. Jadi pagi-pagi sebelum tiba giliran akses buku pool, saya kerjakan sedikit monografi, undang-undang dan farmakologi. Kalo di daftar undang-undang, obat ketokonazol itu termasuk DOWA II (Daftar Obat Wajib Apotek). Namun setelah di cek lagi di daftar perubahan golongan obat, ketokonazol yang semula DOWA II menjadi OBT (Obat Bebas Terbatas II). Itu permenkes terbaru. TAPI, terdapat pembatasan yaitu hanya untuk pemakaian luar. Pertanyaannya, apakah bentuk solida atau likuida yang oral juga berubah golongannya? Awalnya saya menggolongkan suspensi ketokonazol ini sebagai OBT, mengikuti permenkes tersebut, tapi setelah memperhatikan dst, menimbang dst, meninjau dst, obat ini digolongkan Obat Keras. Kenapa? Indikasi dan efek samping banyak, peringatan banyak, lagipula penggunaan secara sistemik berbeda dengan lokal, dan di ISO/MIMS semuanya G. Akhirnya ganti lagi undang-undang setelah istirahat. (Pesan 2 : PERHATIKAN UU TERBARU OBAT KITA, PAHAMI ARTI PEMBATASAN DALAM PERATURAN TERSEBUT, LIHAT FARMAKOLOGI DAN KEMUNGKINAN2 LAIN YANG DAPAT DIJADIKAN DASAR PENGGOLONGAN OBAT KITA)

UU selesai, akhirnya masuk pada bagian yang paling panjang dalam ujian penelusuran pustaka. Siapkan kamus bahasa inggris ya. (Pesan 3 : JIKA PUNYA KAMUS KEDOKTERAN DORLAND, AKAN SANGAT LEBIH BAIK), karena sering ada istilah yang tidak ada padanannya dalam 1 kata bahasa Indonesia. Yang agak pening, ya saat menulis interaksi obat yang banyak, penggunaan pada kondisi khusus yang takut kebalik dengan peringatan, dan menerjemahkan toksisitas. Tiba giliran ke pool dan indeks zat aktif, alhamdulillah sebagian datanya ada, tapi lagi-lagi yang ditakutkan terjadi, dimana-mana tidak menemukan data stabilitanya. Florey juga gak ada, padahal kalo kata Pak Iim, Florey itu seperti Shahih Bukhari Muslim yang kalo gak pernah disentuh rasanya gak afdhal. Tapi gimana lagi, ketokonazolku tak ada di Florey. Oya, terjadi kekacauan saat akses buku pool, diantaranya inkonsistensi jatah waktu, lupa cara baca indeks Merck Index, mati lampu (hehe..). (Pesan 4 : BERSIKAP RILEKS SAAT AKSES BUKU POOL, PERHATIKAN PJ LAJUR, KENALI BUKU POOL SEBELUM ANDA BERTARUNG).

Yup, tiba waktu istirahat. Bukannya sibuk mereview, malah cari ivan, pj catering. Maklum selain menjadi peserta juga merangkap sebagai ibu konsumsi. (Pesan 5: PJ KONSUMSI HARUS MENYELESAIKAN SEGALA SESUATUNYA SEBELUM HARI PERTARUNGAN YA).

Setelah istirahat hari pertama selesai, siang hingga sore hari adalah waktunya menyelesaikan UU yang tadi salah dan evaluasi sediaan (yang harus siap salin). Alhamdulillah beres.

Waktu terus berlalu dan malam pun datang, mata ingin segera terpejam dan beristirahat di peraduan, tapi apa daya, hari esok belum ada jaminan ketenangan, karena hingga tengah malam formulasi belum jua kelar. Alhamdulillah ada Fetri, Sinta, dkk yang memberiku advice yang tepat tentang farmakologi dan teknologinya, thanks berat ya teman2.

--------------------------------


Hari 2

Untuk hari kedua persiapkan tenaga ekstra untuk menulis, menulis dan menulis. Jangan sisakan waktu untuk diam, tetaplah menulis meski pegal tak dinyana. Artinya, pada malam sebelumnya segala yang akan ditulis harus siap sedia. Baik itu evaluasi sediaan, formulasi, metode pembuatan, bahkan pengujian mutu, kedua terpanjang setelah farmakologi dalam ujian ini. Tapi perhatikan juga tulisannya, jangan sampai dosen2 tidak jadi memberi nilai sempurna hanya karena tulisan tangan anda yang tak konsisten. (Pesan 6 : tidurlah untuk mempersiapkan hari ke-2, dan siapkan segala folder siap salin, ingat harus siap salin, hari ke-2 hanya menyisakan sedikit waktu untuk berpikir).

Lalu…

Alhamdulillah, lulus tanpa peringatan. Tumpah ruahlah air mata kami yang entah kesekian kali. Air mata yang keluar terakhir ini menumbuhsuburkan semangat di perkarangan hati kami untuk menuntaskan perjuangan tahap 2 yang akan kami hadapi.SEGERA….


TAHAP 2 : UJIAN LABORATORIUM

Ujian laboratorium adalah ujian yang lebih berat dibandingkan ujian penelusuran pustaka. Selain berat persiapan teknisnya, juga berat konsekuensi yang harus dihadapi jika tahap 2 ini gagal. Tapi kebahagiaan datang dari hati, karena itu yang paling berat adalah bagaimana membuat hati bahagia menghadapi tribulasi-tribulasi ujian laboratorium.

Yang paling penting dari ujian tahap 2 ini adalah siapkan bahan untuk pembuatan jurnal laboratorium. Buat pengaturan yang baik dalam pembagian penggunaan alat evaluasi, pembagian pj ruang, pembagian alat dan bahan ujian. (Pesan 7 : Persiapkan diri anda untuk bekerja dalam tim sekaligus menyelaraskannya dengan kepentingan anda sendiri).

Pada hari pertama, alhamdulillah bisa mengerjakan beberapa evaluasi sediaan. Dan suspensiku jadi, berwarna kuning dan beraroma jeruk. Tapi kurang kental dan rasanya juga kurang manis. Kalo saya jadi anak-anak, mungkin saya akan memilih obat yang lain, hehe. (Pesan 8 : Selama diaduk, perhatikan kekentalan suspensi dan uji organoleptik, terutama ‘rasa’ saat itu juga. Oya, yang jangan dilupakan adalah SELALU lapor jika akan melakukan evaluasi atau penambahan bahan).

Hari kedua, uji stabilitas volume sedimentasi saya jelek sekali. Nilai F nya meurun drastis, jauhhhh sekali dibandingkan hari pertama. “ya Alloh, semoga gak cacking”, gumamku dalam hati. Akhirnya saya lapor pada Bu Jessi kalo evaluasi volume sedimentasinya sudah selesai dan saya ingin menguji apa terjadi cacking atau tidak. Alhamdulillah ketakutanku tidak terjadi.

Hari ketiga adalah mengerjakan evaluasi yang belum sempat dikerjakan, diantaranya rheologi dan uji distribusi partikel. Oya, sebelum anda bertarung dalam ujian ini, upayakan sudah bert’aruf alias berkenalan bahkan saling paham dengan alat-alat evaluasi. Jangan habiskan waktu anda untuk membaca manual alat pas hari H, dijamin stress. Paham system alat juga penting, karena dosen mungkin saja akan bertanya tiba-tiba saat anda lengah. Hal ini beneran terjadi pada saya loh… Dan yang terakhir adalah pengemasan sediaan. Upayakan buat nama yang bagus, relevan, mudah diingat berikut dengan desain yang elegan. JIka anda tidak bisa, serahkan pada ahlinya. :P (Dengan ini sekali lagi saya ucapkan makasih banyak untuk Manda yang telah mendesain kemasanku, desain yang bersahaja namun unik memesona)



Lalu..

Alhamdulillah kembali lisan ini memuji Alloh, akhirnya lulus juga tanpa peringatan. Kali ini, air mata menetes membasahi bunga-bunga senyum yang bermekaran, berbahagia, karena tinggal satu langkah lagi menuju salah satu cita-cita kami:).

--------------------------------


TAHAP 3 : UJIAN LISAN

Persiapan ujian lisan ini bisa dibilang sangat minim, karena saya dan teman2 sudah mulai kuliah S2. Tapi alhamdulillah, 2 hari terakhir saya belajar sangat ekstra (kalo gak bisa dibilang Sistem Kebut 2 hari), dan sempat menginap belajar di rumah Amanda (Makasih ya, Manda).

Finally, tahap 3 tiba. Blazer ibu pun dipakai untuk menambah kesan serius dan siap untuk menjawab pertanyaan para pakar dan praktisi itu. (Pesan 8 :Pakaian yang kita kenakan mendukung rasa percaya diri lho, serius). Alhamdulillah pertanyaan-pertanyaan penguji dapat dijawab, meski terkadang disertai cengengesan dan ada beberapa yang out of my brain, alias gua kagak tahu ada teori kaya gitu. Yang penting, kuasai terlebih dahulu KP kita selama 2 semester dan share dengan kawan2 yang KP di tempat lain. Seperti halnya sidang sarjana, cool dan pakailah logika anda jika anda lupa teori yang sempat menjejali otak anda selama beberapa tahun di bangku kuliah. Lalu ucapkan tidak tahu jika anda memang benar-benar tidak tahu, sebab anda berhadapan dengan praktisi yang tidak hanya berbekal teori tapi juga pengalaman praktis bertahun-tahun.

Akhirnya…

Saat yang mendebarkan pun tiba, beberapa wajah tertunduk lesu menanti selembar kertas yang 2 tahap lalu ditempel biasa di papan pengumuman. Ada pula yang masih bisa tertawa riang karena pada umumnya tahap 3 hanyalah formalitas, ujian sebenarnya adalah tahap 1 dan 2. Lalu dimanakah aku? Ah, percaya saja bahwa Alloh akan memberikan hasil terbaik. Yang penting sudah ikhtiar semaksimal mungkin, baik itu materi, raga, jiwa, otak, akal, persahabatan, keluarga, semua……..:)


Hasilnya, semua lulus menjadi S.Si Apt. Kembali kami terpekur sujud menerima hadiah yang sangat besar dari pencipta langit dan bumi. Terimakasih, untuk semuanya yang telah mengantarkan kami menuju gerbang ini, tolong jangan tinggalkan kami untuk melangkah menuju gerbang cita-cita selanjutnya yaitu Indonesia Sehat Merdeka. Majulah apoteker-apoteker Nusantara..!!


-19 Oktober 2007-

Detik-detik Menjelang Kehadirannya

Malam itu tanggal 18 Desember, saya merasakan mulas yang begitu kuat. Dari jam 11 malam, rasa mulas itu timbul akibat kontraksi yang berlangsung rutin 5 menit sekali dengan lama kontraksi sekitar 50 menit. Jam 1 malam, saya dan suami memutuskan untuk pergi ke rumah sakit Mitra Keluarga Depok. Bidan jaga kemudian memeriksa tingkat pembukaan jalan lahir saya yang ternyata masih pembukaan 2. Kemudian dilakukan CTG atau pemeriksaan jantung bayi selama 20 menit. Karena pergerakan janin kurang aktif saat itu, bidan memberi saya oksigen untuk dihirup selama 1 jam lalu dilakukan pemeriksaan CTG kembali. Saat itu jam 4 pagi, saya dipindahkan ke ruang rawat inap sambil menunggu pembukaan beranjak meningkat.

Hingga pukul 7 pagi, saya baru sampai pada tingkat pembukaan 5. Setelah itu saya kembali ke ruang bersalin untuk menunggu sampai pembukaan lengkap. Karena mulas yang saya alami masih lemah sehingga pembukaan meningkat dalam waktu yang cukup lama, maka setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan saya lewat telepon, bidan memberi saya obat untuk induksi kontraksi. Saat itu dokter memang tidak berada di tempat, sehingga untuk proses pembukaan saya dibantu oleh para bidan jaga. Tidak hanya diinduksi melalui infus, ketuban saya juga dipecahkan untuk merangsang kontraksi. Setelah diinduksi saya mulai merasakan kontraksi yang lebih kuat dan durasinya lama setiap sekitar 2 menit sekali. Pernah karena saking tidak kuat menahan rasa sakit, saya sempat menendang besi tempat tidur di kampar bersalin.

Dengan bantuan induksi, jam 8 saya sudah sampai pada tingkat pembukaan 8. Saat itu dokter ahli kandungan saya baru saja tiba. Menjelang pembukaan lengkap, kontraksi semakin kuat dan rasa ingin mengejan semakin besar. Bu bidan mengingatkan saya untuk melakukan posisi persalinan litotomi seperti yang telah diajarkan di kelas senam hamil. Dengan sigap, suami saya juga membantu untuk mengangkat kepala saya saat mengejan. Jadi tekniknya, dalam posisi terlentang atau setengah duduk, angkat kedua kaki dan kaitkan dengan lengan hingga batas siku. Setelah itu tarik nafas panjang, kepala diangkat, mengejan dengan kuat sambil melihat perut, lalu buang nafas lewat mulut. Meskipun saya sudah ikut kelas hamil sebanyak 6 kali pertemuan, ternyata pada hari-H rasa panik membuat saya lupa akan teori-teori tersebut. Rasa mulas pun muncul ketika pembukaan lengkap, dan dokter bersama bidan meminta saya untuk mengejan. Saya mengejan sebanyak 6 kali hingga akhirnya bayi mungil itu keluar. Suara tangis pun pecah dan saya merasa lega, alhamdulillah. Sungguh suatu momen perjuangan alamiah yang sangat berat sehingga pantas orang-orang menyebut proses melahirkan seperti antara hidup dan mati.

Tapi ternyata rasa sakit yang lebih hebat lagi terjadi pasca melahirkan. Ada bagian ari-ari dalam rahim saya yang tertinggal, menempel pada rahim. Dokter kemudian mengambil potongan ari-ari itu dengan cara memasukkan seluruh tangannya ke dalam rahim saya. Masya Allah, pada saat itu saya menjerit tak kuasa menahan sakit. Setelah bayi keluar, lalu kemudian IMD (Inisiasi Menyusui Dini), saya pun harus dijahit. Itu karena saya mengejan terlalu cepat sehingga otot perineum robek. Padahal beberapa kali pada trimester akhir saya coba belajar senam perineum di rumah untuk melenturkan otot tersebut ketika melahirkan. Kemudian dokter dengan sigap menyuntikkan 3 ampul obat bius lokal. Saat jarumnya menyentuh kulit, entah kenapa saya merasa obat bius lokal tersebut tidak mempan, sebab rasanya masih sakit. Dan secara refleks, otot-otot yang akan dijahit mejadi kaku sehingga menyulitkan dokter untuk menjahitnya. Berkali-kali dokter menyuruh saya untuk rileks. Namun tetap saja saya tidak bisa rileks hingga akhirnya dokter ’mengancam’ dengan menawarkan saya 2 pilihan, yaitu rileks karena saya sudah dibius lokal sebanyak 3 ampul sehingga rasa sakit akan berkurang atau bius total tapi tidak akan bisa menyusui bayi dalam waktu yang lama. Mendengar ’ancaman’ tersebut, saya tentu memilih opsi pertama, saya paksakan otot saya rileks. Jutaan energi positif saya coba hadirkan untuk membantu, sambil tak henti meminta kekuatan kepada Allah. Proses menjahit pun berlangsung cukup cepat dan alhamdulillah selesai sekitar pukul 9.15.

Seharusnya pada persalinan normal, ibu yang habis melahirkan harus sudah bisa jalan untuk menengok bayinya. Tapi karena tensi saya sempat drop, 90/60 mmHg, dan juga masih terasa pening, saya baru bisa bangun pada pukul 13.00. Pada waktu itu saya diantar ke ruang rawat inap dan beberapa jam setelahnya, bayi mungil itu pun diantar untuk memenuhi kerinduan keluarganya yang menunggu di kamar saat itu. Rasa rindu pun terbayar sudah..karena bersama akan lebih indah.


-19 Desember 2009-

Karena Aku Begitu Cantik

Saat pertama melihat cover buku ini, saya sungguh terkesan. Bersampul tebal, berwarna biru keunguan, dan ada sepotong cermin yang diletakkan dengan bersahaja di tengahnya. Saat saya melihat bayangan di cermin itu, kemudian melihat judulnya, saya tersenyum-senyum sendiri… “Luar biasa ini buku”, gumam saya. Sungguh bukan karena ‘narsis’, tapi karena kagum dengan pewajah sampul yang tampaknya ingin merefleksikan judul buku dan kisah didalamnya pada cover buku tersebut.

Azimah Rahayu adalah seorang penulis yang namanya cukup terkenal, meski mungkin tidak seterkenal Mbak Helvy Tiana Rosa, atau adiknya Asma Nadia. Tapi beberapa karyanya ada yang menjadi best seller dan sebagian besar memang senada dengan judul buku yang saya beli kali ini. Pagi Ini Aku Cantik Sekali (Syamil, 2003), Hari Ini Aku Makin Cantik (Syamil, 2005) dan Karena Aku Begitu Cantik (Sygma Publishing, 2008) adalah karyanya yang saya sebut tadi dengan senada.

Hanya satu orang yang memberi komentar atas buku ini. Kalo misalnya novel-novel bestseller internasional dikomentari oleh The New York Times, The Wall Street Journal, The Boston Globe, atau mungkin novel bestseller Indonesia dikomentari oleh Pak Ahmad Tohari misalnya, maka tulisan Mbak Azi ini hanya dikomentari oleh seorang perempuan, yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia tulis menulis. Tapi dalam komentarnya yang cukup panjang, terefleksikan kecerdasan dan kecantikan tersendiri dari sang komentator, dia adalah Sandrina Malakiano Fatah. Dan di buku inilah, ia terdorong untuk menceritakan sebagian kisahnya saat mempertahankan keyakinan untuk mengenakan jilbab, hingga akhirnya ia keluar dari salah satu stasiun televisi terkemuka yang telah mengangkat namanya.

Karena Aku Begitu Cantik merupakan catatan harian seorang muslimah yang ditulis dengan apik dan sederhana. Dengan mudah siapapun akan langsung mendapatkan pesan dari setiap artikel yang ditulis Mbak Azi ini. Masing-masing tulisan dikelompokkan dalam bab yang diberi judul nama-nama bunga. Ada melati, mawar, sakura, anggrek, teratai dan anyelir. Entah apa dasar pembagian kelompok-kelompok bunga ini, tapi saya rasa, pengelompokkan ini adalah strategi sang penulis untuk mengajak kita pada sisi terdalam alasan pembuatan judul buku ini. Dan saya yakin, setiap kita pernah mengalami hal yang sama dengan apa yang diceritakan, namun tidak setiap kita memiliki kemampuan yang sama untuk menuliskannya menjadi mutiara-mutiara hikmah seperti ini. Ada yang mengungkapkannya melalui lisan dengan cara curhat, ada yang menuliskannya dalam buku diary lalu merahasiakannya, ada yang menulisnya di blog lalu mempublishnya, ada pula yang menuliskannya lalu diterbitkan dalam sebuah buku.

Saya habiskan membaca buku ini dalam beberapa hari. Dan di setiap akhir bab, saya mengambil jeda sambil termenung, lalu saya tutup buku itu. Menatap cermin dan lagi-lagi..saya tersenyum. Setiap bab yang saya selesaikan dengan santai, sambil menikmati bagian-demi bagian tulisan mbak Azi membuat saya semakin paham mengapa judul buku ini “Karena Aku Begitu Cantik”.

Artikel yang paling saya sukai adalah Sahabat, Jikalah Pada Akhirnya dan Nikmatilah Karena Ini Pun Akan Berlalu. Berperan lagaknya seorang trainer, Mbak Azi ini berkali-kali memompa motivasi kita untuk mencintai diri sendiri dan mencintai Allah yang telah membuat keadaan kita begitu sempurna, meski sempurna menurut kita belum tentu sempurna menurut-Nya. Ini secuil tulisannya dalam bentuk puisi :

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tidak akan mengubah apa-apa

Jikalah luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama

Jikalah benci dan marah akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti diumbar sepuas rasa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang tobat itu lebih utama

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti membusung dada,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak memiliki arti

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta

Duhai, indah nian bukan? Sederhana, sarat makna. Sahabat bisa temukan arti judul ”Karena Aku Begitu Cantik” dengan mengeksplore buku ini sendiri. Nah bagaimana dengan kaum adam? Haruskah judul ini dibuat lebih general? Tidak harus seperti itu, kalau mau silakan baca saja dan coba perhatikan bayangan yang terpantul dari cermin itu, apa sahabat juga ikut tersenyum? :p

-29 Desember 2008-

Saturday, May 15, 2010

Biarkan Aku Pulang

Musim semi nanti
Izinkan aku pulang
Ke rumah seribu merpati
Dan seribu matahari

Aku hanya ingin pulang
Ke rumah permata dan para peri
Yang tak jemu berbagi mimpi

Maka biarkan aku pulang
Ke rumah bertaman sederhana
Yang tumbuh dengan mata air keimanan

Sebentar lagi aku pulang
Ke rumah itu mengetuk pintu
Disambut mereka yang mencintaiku

-7 Juni 2009-

Pernahkah Kusampaikan Padamu?

Pernahkah kusampaikan padamu
Tentang air mata yang berjumpa senja
Kala ia menggenggam cinta?

Jatuhnya terurai diam
saat menatap gemintang
yang bergelak pelan
di angkasa raya

Maka kita pun mengeja semesta
Menunjuk satu demi satu gugusan bintang
yang berkilau di langit selatan

Seketika tasbih dan takbir membuncah
Dari dada-dada kita
Meniup suasana malam
Dengan hawa syukur nan dalam

Pernahkah kusampaikan padamu
Arti air mata itu?
Ia adalah jelmaan kalimat
Yang ingin kusampaikan padamu setiap waktu
”Aku mencintaimu"

- Planetarium, 2009 -

Hujan

Hujan
Sedari tadi dinanti
Oleh bumi yang mati
Kering terbakar matahari
Ditambah sapuan angin

Awan kelabu bergumpalan
Di langit bulan Juli
Mengajak burung-burung tuk menari
Berpesta dengan hujan sore hari

Apa gerangan kabar darinya yang gerimis?
Tetesannya adalah rahmat dan kabar gembira
Bagi kehidupan..
Sayup terdengar bisikannya kepada tanah
”aku diutus oleh Sang Maha Pengasih, kawan”

Terimakasih hujan
Telah menemaniku berpuisi
Bisikanmu kubaca selalu
Di lembaran surat Sang Pengutusmu itu

16 Juli 2007

Ada Kalanya Kerinduan Lebih Bermakna

Dalam proses perkenalan dengan calon pasangan hidup, salah satu yang menjadi pertimbangan bagi setiap perempuan adalah apakah calon pasangannya berpenghasilan atau tidak, baik itu tetap maupun tidak tetap. Hal itu juga yang menjadi pertimbangan orang tua perempuan, selain agama tentunya, ketika calon menantunya datang mengajukan niat menikahi putrinya. Seperti halnya yang saya alami ketika dulu berkenalan dengan suami saya sekarang. Ia bekerja di bidang oil and gas dengan sistem on-off, 2 minggu di field (palembang) dan 12 hari off. Jadi selama sebulan, kami hanya bertemu sekitar 12 hari bahkan terkadang kurang. Kenyataan tersebut juga sudah dipertimbangkan, dalam arti ketika menikah berarti siap untuk ’ditinggal’.

Pada awalnya hal tersebut terasa biasa-biasa saja, sebab ketika ia di field, saya mengerjakan tesis di bandung, jadi tak terasa waktu cepat berlalu. Namun ada saja momen-momen yang membuat saya melow, merasa tidak tegar untuk berpisah. Mungkin terkesan konyol, tapi momen itu akhir-akhir ini semakin banyak dan mengantri. Momen itu adalah momen menghadiri undangan pernikahan teman. Kenapa bisa seperti itu?

Hampir di setiap undangan yang saya hadiri, saya selalu ditanya ”Dika sendiri?”, dan pertanyaan itu lebih tepat terdengar ”Dika gak sama suami?”. Hal itu tidak masalah pada awalnya, namun menjadi masalah ketika saya merasa memang sendirian di tengah para pasangan-pasangan baru yang juga datang ke undangan. Sempat ada yang nyeletuk ”Dika baru ditinggal suami 2 minggu aja udah ngelamun gitu” (ayo ngaku ini siapa :p). Masya Allah, rasa rindu saya pada suami saya semakin besar. Entah itu perasaan rindu atau sebenarnya hanya emosi cemburu melihat pasangan lain yang bisa datang bersama dan begitu mesra. Aneh bukan, padahal dari rumah niatnya adalah memenuhi undangan sahabat..tapi godaan syaitan yang menghembuskan rasa iri selalu mengintai di setiap tempat, setiap waktu.

Saat perjalanan pulang, yang tentunya sendirian, saya tuangkan kesedihan tersebut di sms dan saya kirimkan pada suami saya. Lama sms tak terjawab dan ada perasaan menyesal di hati saya, suami saya tidak bisa menemani saya karena sedang bekerja mencari nafkah dan kini saya membebaninya lagi dengan curahan emosi seperti itu. Astagfirullah, maaf Mas. Beberapa waktu setelah itu hp berbunyi, masuk sms jawaban dari suami saya ”Sabar ya, tidak semua yang terlihat indah itu sejatinya indah, adakalanya mungkin kerinduan kita lebih indah dari kebersamaan..i love u”..

Subhanallah Alhamdulillah, kalimat itu terasa seperti tetesan air di padang hati saya yang sedang kering terbakar rasa cemburu..sejuk sekali..dan saat itu juga saya merasa rindu yang sangat dalam yang kemudian mewujud dalam sebuah doa untuk dirinya. Ya adakalanya rasa rindu lebih bermakna dari sebuah kebersamaan..

Terimakasih ya Rabb,

Terimakasih Mas..


-Tulisan setahun lalu (Mei 2009) -

Saturday, February 27, 2010

Dialog Khayal Di Sebuah Kamar

Bunda : Kenapa selalu melihat ke atas, Sayang?
Ananda : Lihat diatas ada bintang, Bunda.
Bunda : Iya, sayang. Bersinar ya..
Ananda : Tunjuk satu bintang untukku, Bunda.
Bunda : Mana bintang yang kau mau?
Ananda : Itu, Bunda. Bintang yang paling terang. Al Qur’an...
Bunda : Iya Sayang, Al Qur’an adalah bintang yang akan menyinari langkah kehidupanmu.
Ananda : Ada satu lagi, Bunda. Yang temaram di malam hari dan selalu kurindukan.
Bunda : Apa itu rembulan?
Ananda : Ya Bunda. Rasulullah adalah rembulanku. Bahkan katanya wajahnya lebih indah dari temaram purnama. Adakah Rasul berkenan menyapaku di surga?
Bunda : Kita minta pada Pemilik rembulan ya, Sayang.
Bunda : Sekarang boleh bunda tunjuk satu bintang, Sayang?
Ananda : Ya, Bunda. Kalo aku sanggup, aku akan menjemput dan membawanya pada Bunda.
Bunda : Sudah kok, Sayang. Sang pemilik bintang sudah mengantarkannya ke rumah Bunda. Bintang yang telah membuat dunia bunda bersinar kini sedang tidur di sisi bunda.. Bintang bunda adalah kamu, Sayang. Mau kan untuk terus memberi terang dunia hingga akhirat bunda?
Ananda : (Menatap..) Aku sayang bunda..
Bunda : (Memeluk erat dalam diam)
Rabbana hablana min azwajina wadzurriyyatina qurrata ’ayun waj’alna lil muttaqina imama

Note : Dan Ayah tetap menjadi bintang kesayangan bunda :)