Wednesday, June 30, 2021

Film Inside Out ; Mendekap Lara Ananda

Akhir pekan tiba. Saatnya anak-anak memilih kegiatan ‘family time’ sabtu malam. Terkadang pilihan jatuh pada bermain bola, atau tembak-tembakan, atau bermain karambol, atau menonton film. Pilihan yang terakhir adalah favorit anak-anak tentu saja, meski hanya menonton trailer film di Apple TV.

Suatu hari kami memilih Film lawas untuk ditonton, yaitu Inside Out yang rilis pada tahun 2015. Tanggapan atas film ini berbeda pada sulung dan bungsu. Si bungsu seperti biasa ikut tertawa dan bahkan menangis kala mengikuti alur cerita. Sedangkan si sulung tampak lebih ‘menyatu’ dengan cerita seolah-olah film itu adalah tentang dirinya. Jelas saja, karena karakter Riley di film Inside Out ternyata usianya sama dengannya. “Nah pas banget nih”, gumam saya. Film ini akan jadi topik menarik untuk diskusi kami. 

Saya coba-coba tulis review sederhana versi saya tentang Film Inside out sekalian memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Juni. Mudah-mudahan bisa jadi ajang sharing mamah-mamah beranak remaja.

Sinopsis


Film Inside Out menceritakan tentang 5 karakter emosi yang ada di dalam otak seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang bernama Riley. Kelima emosi itu antara lain Joy (Kebahagiaan), Fear (Ketakutan), Anger (Kemarahan), Disgust (Jijik) dan Sadness (Kesedihan). Mereka tinggal di sebuah ruang kendali yang disebut Headquarters, dimana masing-masing berperan mengatur emosi yang ditampilkan oleh Riley. 

(Gambar 1. Inside Out Characters)

Setiap momen sedih, bahagia, takut dan lain sebagainya digambarkan akan menghasilkan bola kristal yang kemudian disimpan di tempat yang bernama Long Term Memory (ingatan jangka panjang). Selain ingatan jangka panjang ada pula core memory atau ingatan inti yang membentuk jati diri Riley.

Momen-momen penting dalam kehidupan Riley yang menjadi ingatan inti antara lain saat ia bermain hoki, bertingkah konyol, bercanda dengan ayah dan ibu, bermain dengan sahabat, dan momen saat ia memecahkan benda. Ingatan – ingatan inti membentuk pulau tersendiri (Island of Personality) yang terhubung lewat sebuah jalur dengan ruang kendali. Ada Pulau Hoki, Pulau Canda, Pulau Keluarga, Pulau Sahabat dan Pulau Kejujuran. 

(Gambar 2. Island of Personality)

Di ruang kendali, Joy menjadi komandan para karakter emosi, itulah sebabnya Riley menjadi seorang anak yang periang. Namun di luar dugaan Sadness tiba-tiba menyentuh memori inti dan mengubah memori bahagia menjadi sedih. Joy berupaya menyelamatkan memori inti Riley agar tetap didominasi rasa bahagia, sayangnya yang terjadi malah kekacauan. Joy dan Sadness terlempar dari ruang kendali dan harus melalui perjalanan panjang di labirin ingatan Riley agar dapat kembali ke headquarters.

(Gambar 3. Emotion Headquarters

Tanpa Joy dan Sadness, emosi yang mengendalikan konsol pikiran hanya tersisa Fear, Anger dan Disgust. Riley berubah menjadi anak yang emosional, tak bisa mengendalikan amarah, bahkan mengambil keputusan kabur dari rumah. Perubahan ini terjadi saat Riley sedang beradaptasi dengan kehidupannya yang baru pasca kepindahan ia dan keluarganya ke San Fransisco. 

Seiring berjalannya waktu, pulau – pulau kepribadian Riley digambarkan mulai berjatuhan ke Dump Memory, sebuah jurang dimana kenangan memudar dan akhirnya dibuang dan dilupakan. Joy yang optimis bahwa Riley akan kembali menjadi pribadi yang periang bergegas ke ruang kendali bersama Sadness, meski banyak sekali hambatan yang mereka temui dalam perjalanan. Apakah semua pulau kepribadian Riley akan hancur? Dapatkah Joy dan Sadness menyelamatkan kehidupan Riley?  

Review

Inside Out jika diterjemahkan secara bebas artinya ‘dari dalam ke luar’. Terkesan sederhana ya judulnya? Sesederhana jalan ceritanya yang mudah ditebak. Riley adalah perwakilan karakter dari anak menjelang remaja pada umumnya. Ia punya orang tua yang menyayanginya, sahabat yang selalu berbagi cerita, hobi dan bakat yang tersalurkan, dan aneka kebahagiaan lainnya. Masalah datang saat ia pindah rumah. Ia harus beradaptasi. Puncaknya Riley kabur dari rumah menuju kotanya yang dulu, tempat ia merasa bahagia. Namun, saat bus melaju ia berubah pikiran. Riley pun kembali ke rumah, ke pelukan ayah dan ibunya. Tamat.

(Gambar 4. Riley's Happy Family)

Meski sederhana tapi itu hanya setengah cerita dengan latar 'dunia nyata'. Justru setengah ceritanya lagi dengan latar 'dunia pikiran' yang membuat film Inside Out ini layak diperhitungkan. Lima karakter emosi yang menjadi tokoh kunci dalam film ini ternyata tidak muncul begitu saja. Perlu waktu 5 tahun bagi Pete Docter dan Ronaldo del Carmen, sutradara Inside Out, untuk melakukan riset yang mendalam tentang memori, otak, dan ekspresi emosi. Terinsipirasi dari perubahan emosi putrinya yang berusia 11 tahun, Pete Docter mendapat ide untuk memvisualisasikan kinerja memori dan emosi. Dibantu oleh sejumlah ilmuwan psikologi dalam pengembangan cerita, Inside Out menjadi film yang tidak hanya menghibur tapi juga sarat pengetahuan. 

Berbicara tentang kategori usia penonton, Motion Picture Association of America (MPAA) memasukkan film Inside Out dalam kategori PG (Parental Guidance Suggested). Beberapa adegan memang tidak pantas untuk ditiru seperti ketika Riley membentak orang tuanya atau saat ia berusaha kabur dari rumah. Didukung dengan animasi yang ciamik, pesan dari film ini mudah untuk ditangkap. Tak heran jika Inside Out mendapat banyak award sebagai Film Animasi Terbaik dari berbagai ajang penghargaan film dan televisi tingkat dunia. 

Saya pribadi berterima kasih atas kerja keras sutradara dan seluruh kru yang telah menghadirkan film Inside Out. Sungguh film ini membantu saya untuk berdiskusi lebih dalam dengan si Teteh yang usianya juga 11 tahun. Terlebih lagi Teteh juga sudah menamatkan beberapa buku seputar pubertas yang isinya mencakup perubahan psikologi emosi pada remaja. Klop kan. 

Tak mengapa bersedih

Poin yang paling banyak saya bahas dengan Teteh adalah tentang emosi yang menjadi primadona dalam Film Inside Out yaitu Sadness. Meski di dalam film, Joy tampak berperan penting sebagai komandan dalam penampakkan pribadi Riley, namun Joy akhirnya menyadari bahwa tanpa Sadness, Riley tak akan menjadi manusia yang utuh. Sadness adalah emosi yang harus tetap mendapat perhatian dengan proporsi yang cukup dari para orang tua. Apalagi semakin bertambah usia anak, penyebab kesedihannya malah semakin kompleks. Ya gak Mah? 

(Gambar 5. Sadness Quote)


Sebagaimana para Mamah-mamah di seluruh belahan dunia, saya berusaha mengajari anak-anak sedari dini mengidentifikasi perasaannya. Saya kenalkan apa itu bahagia, sedih, marah, kecewa, takut, dan melatih mereka untuk mengungkapkan dan mengatasinya. Harapannya dengan semakin terlatih mengidentifikasi perasaan, anak-anak akan semakin cerdas mengolah emosinya dan mudah menghadapi ragam situasi. Tapi pada prakteknya tidak mudah ya, Mah. Apalagi kalau anak tantrum, belum sempat menemani anak mengatasi perasaan, mamahnya sudah keburu esmosi. Bubar deh. Istighfar.

Menginjak usia remaja, anak-anak secara normal akan mengalami perubahan emosi. Moodnya kadang tidak dapat diprediksi. Namun kemampuan mereka dalam membaca ekspresi dan decision making juga akan berkembang. Perubahan sosial dalam dunia mereka juga berubah. Pengaruh teman, value, dan media sebagai konsep sosial berhubungan erat dengan naik turunnya emosi mereka. Bahkan beberapa diantaranya menjadi penyebab remaja mengalami sadness. 

Suatu hari setelah selesai UTS online saya mendapati Teteh sedang di kamar. Ia berdiri di depan cermin. Wajahnya redup, seakan-akan ada yang salah dengan bayangan yang ia tatap. Lalu teteh berkata, “Teteh kok item ya, Bun?”. Aha problematika remaja. Merasa tidak percaya diri. Di waktu yang lain, sepulang sekolah sebelum pandemi. Wajahnya terlihat lesu. “Teteh dijauhin si ABC karena teteh main sama si D”, ungkapnya. Dan masih ada lagi hal-hal yang membuat ia sedih. Sedih yang lumrah dirasakan remaja yang berkembang fisiknya, sosialnya dan emosinya.

"Sadness is useful because it alerts us to how we should treat ourselves and how we want to treated by other" (Psychology Today). 

Ternyata kesedihan pada anak memberi banyak manfaat. Kesedihan membantu mereka untuk menghargai hal-hal terbaik dalam hidup, membuat hati lebih bersyukur. Kesedihan akan meningkatkan motivasi. Anak perlu mengenal rasa sedih saat prestasinya tidak sesuai harapan yang artinya ia akan lebih termotivasi untuk berusaha lebih keras di masa yang akan datang.  Kesedihan akan memperdalam hubungan dengan sesama, terutama saat anak dapat terbuka kepada ayah dan ibunya. 

Betapa bahagia saya kala Teteh bersedih, ia mencari dada saya untuk membenamkan kepalanya. Saya belai ia dan membiarkannya berdamai dengan suasana hatinya. meski saya juga deg degan sih sebenarnya. Saya tunggu kapan ia siap untuk bercerita tanpa harus terburu-buru. Terkadang saat itu juga ia bercerita atau menunda hingga waktu tidur tiba. Lalu kami bahas solusinya jika ia butuh jalan keluar, atau saya hanya menenangkannya jika ia hanya butuh teman untuk mencurahkan rasa. Bila perlu saya ungkap lagi pujian untuknya, betapa ia adalah anak yang baik, anak yang bersemangat, anak yang tidak kenal menyerah dan lain-lain. 

(Gambar 6. Riley's Sadness)

"I... I know you don't want me to, but... I miss home. I miss Minnesota. You need me to be happy, but I want my old friends and my hockey team. I wanna go home. Please don't be mad."

 

Pesan penting dari Film Inside Out bagi para orang tua ada di scene pamungkas, yaitu ketika Riley mengizinkan sadness untuk hadir memimpin emosinya. Dengan terbata Riley berkata jujur apa yang ia rasakan pada kedua orang tuanya. Dan dengan hati yang penuh dan utuh, Ayah dan Ibunya disana, mendekap laranya. Jadi Mah, mari kita dekap anak-anak dan berbisik di telinga mereka, "It's ok to be sad sometimes, Dear."




Sunday, May 30, 2021

Bala-bala Warisan Nenek

Saat diumumkan kalau Tema Tantangan Blogging Mama Gajah Ngeblog bulan Mei ini adalah Resep Masakan Andalan, kontan saja nyali ini ciut untuk menulis. Mau masak saja proses brainstormingnya lebih lama dibandingkan di dapurnya, apalagi harus menuliskannya di blog. Katanya makanan favorit itu adalah makanan yang dimasak orang lain, maka bisa jadi hal itu berlaku untuk saya..hehe. Tapi jika berbicara tentang resep masakan andalan, pikiran saya malah melambung pada suatu masa. Masa yang akan selalu dikenang. 

Jika ditanya apa makanan favoritmu, maka saya pasti bingung menjawabnya, karena makanan favorit saya banyak. Tapi kalau ditanya apa makanan favoritmu waktu kecil? Maka jawabannya sudah pasti bukan eskrim, atau coklat, atau permen, meski ya sebenernya kalau dikasih pasti tak akan menolak. Makanan favorit saya sejak kecil dan sepanjang masa adalah bala-bala. Bala-bala atau bakwan adalah makanan ‘wajib’ saya waktu kecil. Sehari tanpa makan bala-bala rasanya ada yang kurang. Bala-bala selalu ada di rumah kami saat pagi dan sore hari. Bala-bala juga adalah menu ta’jil yang selalu tersaji saat bulan puasa. Bala-bala sudah menjadi bagian penting dari tradisi keluarga kami. Kami punya ikatan emosi yang sangat kuat dengan bala-bala. 

Sejak lahir hingga kelas 6 SD, saya beserta ibu dan adik tinggal bersama nenek dan 15 anggota keluarga lainnya di sebuah rumah di Kota Bandung. Jumlah yang cukup banyak bukan? Rumah nenek berada di pinggir jalan yang ramai dilalui angkot. Nenek membuka usaha warung nasi yang memiliki cukup banyak pelanggan. Dalam menjalankan usahanya tersebut, nenek dibantu oleh anak-anak dan cucu-cucu perempuannya. Anak- anak perempuan bertugas belanja ke pasar dan memasak. Cucu-cucu perempuan remaja bertugas menghaluskan bumbu dan memotong-motong aneka protein hewani. Cucu-cucu perempuan yang masih kecil, saya dulu termasuk di dalamnya, bertugas memotong-motong sayuran dan aneka bawang. Meski terkadang pembagian tugas tersebut tidak baku, tapi yang pasti semua mendapat giliran menjaga warung dan melayani pembeli, baik yang makan di tempat, yang minta dibungkus atau yang hanya beli aneka komoditas rumah tangga. 

Dari sekian jenis makanan yang tersaji di Warung Nasi Ibu Apandi, sebutan untuk warung nenek saat itu, ada satu makanan yang menjadi primadona. Makanan itu adalah bala-bala. Meski ada gorengan tempe dan pisang, bala-bala yang paling banyak dicari orang. Dalam sehari nenek bisa membuat bala-bala hingga 3-4 siklus, apalagi kalau anak dan cucu ikutan ngemil bala-bala jatah jualan. 

Kebiasaan pelanggan berbeda-beda. Ada pelanggan yang request, “Hoyong bala-bala nu ditiupan” (Ingin bala-bala yang masih panas yang masih bisa ditiup), “Aya bala-bala nu garing?” (Ada bala-bala yang kering?). Ada pula pelanggan yang langsung masuk ke dapur dan mencari bala-bala yang baru diangkat dari wajan. Dapur nenek sudah tidak privasi lagi..hehe. Kami para cucu juga tidak kalah bawel, yang satu minta bala-bala kering, yang satu minta setengah matang, ada lagi yang minta bala-bala tanpa isi, ada juga yang minta bala-bala bopeng. Untuk yang terakhir itu adalah favorit saya dan adik. Bala-bala bopeng itu adalah bala-bala kering dengan tekstur yang tidak mulus, semakin bopeng kok semakin nikmat rasanya. 

Gambar 1. Bala-bala favoritku


Gorengan di Berbagai Negara

Indonesia memang terkenal dengan aneka gorengan. Rasanya yang renyah dan gurih memang cocok dijadikan camilan kapan saja. Tidak hanya enak, gorengan juga mudah sekali dibuat. Khusus untuk bala-bala ternyata ada sejarahnya tersendiri di nusantara. Bala-bala atau bakwan memiliki penyebutan berbeda-beda. Bagi orang Sunda, bakwan dikenal dengan sebutan bala-bala. Sementara di beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, bakwan dikenal sebagai pia-pia dan ote-ote. Di Banyuwangi disebut sebagai “hongkong” yang artinya bakwan sayur goreng. 

Gorengan juga terkenal di berbagai negara lain di dunia. Di Jepang dikenal sebagai kakiage, di Korea disebut pajeon, di India disebut pakora, sementara di Timur Tengah dikenal dengan nama falafel. Ada yang menyebut bakwan dari China. Kata bakwan berasal dari salah satu sub bahasa Tiongkok yaitu ‘bak’ yang berarti daging dan ‘wan’ yang bermakna bola. Dalam buku A History of Food (2008) disebutkan bahwa gorengan sudah ada sejak 1200 Sebelum Masehi. Mesir adalah tempat lahirnya teknik menggoreng dalam minyak banyak (deep frying) yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. 

Kembali pada bala-bala, kenapa di Sunda bakwan disebut dengan nama bala-bala? Bala berasal dari kata ‘Ngabala’ atau menyampah. Jadi bala-bala dibuat dengan cara mencampur terigu dengan berbagai sisa sayuran, seperti wortel, tauge, labu dan kol. Bentuknya juga tidak karuan. Berbeda dengan gorengan tempe, tahu, dan pisang yang bentuknya lebih rapi. Tapi justru itu yang menjadi keunikan bala-bala. 

Gambar 2. Jenis gorengan di dunia


Bala-bala Khas Nenek 

Berbeda dengan bala-bala pada umumnya, nenek membuat bala-bala dengan bentuk yang lebih rapi, atau dikenal dengan bala-bala cetak. Nenek berinisiatif menambahkan pegangan kayu panjang pada sutil dan diikat dengan kawat sehingga bisa digunakan untuk mencetak bala-bala dalam wajan. Entah apakah dulu tidak ada yang menjual cetakan atau nenek memang suka DIY (Do It Yourself) sambil menghemat rupiah. 

Waktu saya kuliah, saya kembali tinggal di rumah nenek karena ibu saat itu dipindah tugas ke Jakarta dan saya tidak bisa ikut. Cucu-cucu yang dulu tinggal di rumah nenek sebagian besar sudah menikah dan pindah keluar kota. Saya, adik dan dua anak perempuan nenek tetap setia membuat bala-bala dan menjaga warung nenek, meski sudah tidak berjualan nasi lagi. 

Saya cukup sering membawa bala-bala ke kampus dan menjualnya di kelas. Sebelum dosen yang mengajar di jam pertama masuk, bala-bala sudah habis diserbu. Alhamdulillah. Tahun demi tahun berlalu, Nenek yang raganya sudah semakin lemah tidak kuasa lagi untuk memasak dan berlama-lama di dapur. Namun karya resep nenek sudah berhasil di ‘copy paste’ oleh anak-anak perempuannya. Semua sudah bisa membuat bala-bala sendiri, termasuk saya. Sombong. Tapi tetap saja tidak ada yang seenak bala-bala nenek, karena nenek selalu menambahkan bumbu rahasia, yaitu bumbu cinta dan harapan. 

Gambar 3. Nenek Tercinta

Nenek selalu cerita kalau ia ingin semua anak dan cucu nenek bisa sekolah hingga jenjang sarjana, meski bermodal warung nasi yang berprimadonakan bala-bala. Alhamdulillah impiannya Allah kabulkan. Kini nenek sudah tiada, meninggalkan tidak hanya kenangan tapi juga 3 sutil legendanya yang diwariskan kepada ketiga anak perempuannya yang semuanya tinggal di Bandung. Seakan-akan nenek ingin memastikan bahwa kehangatan cintanya akan selalu ada di tengah-tengah kami. Maka jika kami, para anak dan cucu Nenek Apandi rindu, kami tahu harus pergi kemana. 

Gambar 4. Proses memasak bala-bala cetak


Resep Bala-bala Warisan Nenek 

Bahan-bahan : 

Sayuran Isian 
2 buah wortel 
5 buah labu sayur kecil 
Daun Bawang 
Garam 1 sdt (Sesuai selera) 
Bubuk kaldu ayam (opsional) 

Adonan tepung 
250 g tepung terigu 
5 sdm tepung beras 
Garam 1 sdt (Sesuai selera) 
Bawang putih bubuk secukupnya

Cara Membuat : 

1. Wortel dan labu dipotong kecil-kecil bentuk dadu
2. Rebus wortel, labu, daun bawang, garam dan bubuk kaldu ayam dalam sedikit air sampai empuk tapi tidak layu
3. Campur bahan tepung dalam mangkok besar dan tambahkan air sampai kekentalan yang diharapkan
4. Panaskan cetakan dalam minyak, jika cetakan sudah panas isi adonan tepung lalu tambahkan isian sayuran lalu tutup lagi dengan adonan tepung lalu masukkan ke dalam minyak
5. Setelah adonan dalam minyak setengah matang, keluarkan dari cetakan dan goreng hingga kecoklatan lalu angkat dan tiriskan
6. Bala-bala siap disajikan. Lebih nikmat jika dimakan dengan saus sambal atau cabe rawit





Saturday, April 24, 2021

Memoar Zeni

Ramah, bersahaja, tidak banyak bicara, itulah kesan pertama saat bertemu dengannya. Kami melaju di bis yang sama menuju rumah salah satu member pengajian As Sakinah di kota Aberdeen, Skotlandia. Pengajian yang dilakukan sebulan sekali ini adalah wahana temu kangen para muslimah Indonesia baik yang telah menjadi permanent resident maupun para mahasiswa yang sedang studi di kota yang dikenal dengan sebutan kota Granit. Saya yang berstatus sebagai istri mahasiswa tentu tidak akan melewatkan agenda bulanan ini, karena absen dari pengajian artinya melewatkan kesempatan bersilaturahmi, melewatkan kesempatan mendapat ilmu tentang islam dan tentunya melewatkan sajian menu kampung halaman yang selalu membuat kangen para perantau.

Zeni Rahmawati, demikian nama lengkapnya. Beliau dikenalkan oleh Mbak Nur, pengurus As Sakinah, saat membuka acara pengajian. Zeni adalah seorang mahasiswa PhD di University of Aberdeen. Saat itu, Zeni mendapat kehormatan untuk sharing materi keislaman. Nasehatnya mengalir bagai air, materinya sederhana namun disajikan dengan gaya bahasa yang membuat jamaah terpikat. Semakin terpikat lagi setelah Mbak Nur memberi tahu bahwa Zeni adalah seorang penghapal Qur’an. Tiga puluh juz telah melekat erat di dadanya. 

Sejak pertemuan pertama di As Sakinah, pertemuan kami berikutnya bisa dihitung jari. Beliau sibuk dengan penelitian S3, saya juga sibuk mempersiapkan agenda kepulangan kembali ke Indonesia karena masa studi suami hampir usai. Sungguh andai saya diberi kesempatan tinggal lebih lama di Aberdeen, saya akan sering jumpa dengannya, mendengar tausiyahnya dan menyetorkan hapalan saya yang jalan di tempat.   

Meski sudah kembali ke tanah air, saya masih bergabung dengan WAG As Sakinah. Mendapat informasi tentang kajian As Sakinah atau info lain tentang Aberdeen membuat rindu saya akan Aberdeen dan kenangan di dalamnya terobati. Suatu hari Zeni meminta bantuan untuk mengisi kuesioner tentang cover buku barunya. Beliau akan merilis buku pertama yang berisi kumpulan tulisannya di Facebook berupa pengalaman beliau selama tinggal di Aberdeen. Dan tentu saja setelah buku itu rilis, saya termasuk pemesan yang tak sabar untuk membaca kisahnya. 

Gambar 1. Pilihan cover buku

Bukan judul bukunya yang menarik perhatian saya meski tulisannya jelas-jelas eye catching. Tapi justru tagline di bawah judul yang membuat saya merasa bahagia telah membelinya. “Memoar Perjalanan Seorang Penghafal Qur’an, Kandidat Doktor Bidang Kimia di Skotlandia”, demikian tulisnya. Ada perasaan kagum namun ada pula rasa minder, sudah lah doktor, bidang kimia, hapal Qur’an pula. Tahu perumpaan remah rengginang kan ya? Maka remah rengginang itu saya, dan bintang gemilang itu Zeni.

 

Buku Diary Sang Pemimpi
Gambar 2. Buku Diary Sang Pemimpi

Kisah yang diceritakan di buku terbitan Nea Publishing itu tidak ditulis secara runut, satu sama lain ada yang saling berkaitan namun ada pula yang berdiri sendiri. Membacanya seperti sedang membaca diary, seru, personal, tapi sarat dengan hikmah. Diawali dengan cerita ketidaksengajaan Zeni bergabung dengan Griya Qur’an, sebuah lembaga tahsin-tahfizh di Surabaya yang menjadi awal mula lahirnya cita-cita Zeni untuk menjadi seorang hafizhah. Lalu lika liku seleksi beasiswa doktoral hingga akhirnya pilihan studi berlabuh di University of Aberdeen. Serta manis pahit perjuangan selama menjalani PhD sembari tetap mempertahankan hapalan Al Qur’an.

Perempuan Sendiri

Fragmen yang dominan dari buku ini adalah kisah tentang keseharian Zeni bersama teman-teman labnya yaitu para anggota grup penelitian Surface Chemistry and Catalysis. Zeni adalah satu-satunya perempuan di antara para pria bule tampan lagi pintar itu. Diceritakan pada mulanya Zeni merasa tidak nyaman, tidak berani, tidak bebas. Tapi siapa sangka seiring dengan berjalannya waktu, perkenalan yang kemudian berkembang menjadi persahabatan itu menjadi jalan bagi Zeni untuk mengenalkan indahnya Islam. 

Zeni memberi nama julukan yang lucu kepada 5 teman pria nya itu. Ada Si Jail sang teman diskusi, Si Ganteng yang tatapannya bisa meluberkan hapalan Qur’an berlembar-lembar, Si Unyu yang selalu tersenyum menawan, Si Raksasa yang berbadan tinggi besar dan sangat perhatian dan Si Genius yang cerdas namun kadang menakutkan. Dengan piawai Zeni mendeskripsikan karakter kelima teman prianya itu. Pembaca diajak untuk mereguk hikmah warna-warni sifat manusia, mengambil yang baik dan membuang yang buruk. Tidak semata-mata Allah kirimkan orang-orang di sekitar kita melainkan Allah mempunyai maksud dan tujuan, yang andai kita dengan tulus menjalankannya maka akan kita temukan mutiara hikmah yang bernilai sebagai bekal perjalanan. Tidak lah semata-mata Allah menempatkan Zeni di Aberdeen, atau saya di sini dan kamu disana melainkan pasti ada misi kebaikan yang Allah titipkan bukan? Dan disanalah Zeni berhasil menjalankan misinya, sebagai agen muslim yang baik, menjadi da’i sebelum apapun, ‘Nahnu du’at qabla kulli syai’in’.  


Gambar 3. Zeni dan teman-teman satu lab (IG rahmawati_zeni)

Hobi berdiskusi

Di sub judul Bravest Man diceritakan bahwa Si Jail paling sering berdiskusi dengan Zeni tentang Islam. Dari mulai prinsip pergaulan, aturan mencari pasangan, hingga masalah takdir. Memang prinsip Zeni sebagai muslimah yang tidak mau bersalaman dan berpacaran merupakan sesuatu yang unik, out of the box, berbeda dengan budaya disana sehingga teman-temannya tertarik untuk membahasnya. Meski berbeda pendapat mereka tidak pernah heboh menyalahkan atau mencoba membenturkan pendapat masing-masing. 

Ini adalah salah satu catatan teman Zeni ketika ia meminta pendapat tentangnya. 

“Your character is si opposite, like east and west. You are so open minded, like to talk and help every`body. It’s so easy for you to interact with other people, but you have a lot of limitation, you cannot shake hand, you don’t touch man, you hate when other people touch your head. You are so protective to your body”. 

Bagi Zeni dan muslimah lain yang menjadi minoritas, upaya menunjukkan wajah Islam yang sebenarnya tidak mudah. Jika mereka memandang jilbab adalah penindasan, maka sebenarnya jilbab adalah kebebasan. Jika mereka mendapat gambaran dari media bahwa aturan Islam itu adalah bentuk pengekangan, maka sebenarnya aturan itu adalah bentuk perlindungan. 

Ada lagi kisah tentang Si Ganteng yang mengundang teman-temannya makan siang untuk merayakan kelulusan. Mereka setuju untuk bertemu di The Bobbin, salah satu bar di kota Aberdeen. Hanya Zeni yang tidak bisa ikut. 

“How about lunch today? The only issue is how about Zeni”, Si Imut mengawali diskusi. 

“The closest place and have enough space for ten people is The Bobbin”, timpal Supervisor. 

“But I cannot go there”, tegas Zeni. 

“You can order hot chocolate and vegetarian food”, timpal Ganteng yang paham bahwa Zeni hanya memilih makanan ‘halal’ 

“I cannot understand. You don’t have to drink alcohol and you can eat vegetarian or seafood. Why do you still refuse to go?”, keluh Cicik, salah satu teman perempuan Zeni. 

“It’s not about the food, it’s about the place, terang Zeni. 

Bar tidak identik dengan hal yang negatif menurut budaya disana tapi disinilah prinsip Zeni diuji. Meski Ganteng adalah teman baik, tapi jika ajakannya bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakini, maka tidak ada tawar menawar. Alih-alih Ganteng menjadi ‘pundung’, sebagai laki-laki gentleman dia malah menawarkan Zeni untuk pergi ke kedai kopi setelah makan siang. Satu hikmah yang bisa dipetik adalah sedekat apa pun hubungan kita dengan seseorang, jangan sampai ragu atau mudah menukar prinsip. Insyaa Allah keteguhan akan menjadi syarat terbukanya jalan keluar termasuk urusan muamalah di negeri asing. 

Keteguhan Zeni berbuah manis. Pada sebuah kesempatan sebelum acara buka kado, Zeni mempersilakan teman-temannya memulai acara tanpa menunggunya karena dia akan salat Asar. 

“No, we will wait for you Zeni. You can do your prayer first”, jawab salah seorang teman. 

Bahkan saat 30 menit berlalu dan Zeni belum beranjak untuk sholat, si Jail kembali menegur. 

“Zeni, jam berapa kamu harus sholat? Jika memang sudah waktunya pergi saja, don’t bother with anything else. 

“Harusnya jam 13.15, oh ini sudah 13.45, terlambat 30 menit.”

“Then, segera pergi, happy praying!”

Ada juga yang berpesan, “Don’t be selfish Zeni, pray for me too! Don’t pray only for your self.” 


Gambar 4. Zeni saat Wisuda (griyaalquran.id)

Sebelum menginjakkan kakinya di Skotlandia sebagai seorang student, Zeni telah rampung menyetorkan 30 juz hapalan Quran. Namun dengan niat tulus untuk menjaga hafalan dan belajar Qur'an, Zeni mencari guru / ustadz untuk melancarkan hafalannya. Usaha pertama Zeni adalah meminta izin kepada Imam Mesjid Aberdeen untuk menjadi muridnya, namun ditolak karena Imam tidak bersedia mengajar bukan mahram. Akhirnya pencarian itu berujung pada perjumpaan Zeni dengan salah seorang ustadz lulusan Al Azhar Kairo jurusan Hukum Islam yang sempat menjadi imam sholat maghrib. Bertempat di Sir Duncan Rice Library, perpustakaan utama University of Aberdeen, dengan ditemani seorang kawan perempuan, Zeni menyetorkan hapalannya kepada ustadz. Begitulah kesehariannya diisi dengan kesibukan di lab sambil tetap menjaga hapalan dan istiqomah menjadi agen kebaikan, menebar keindahan Islam. 


Gambar 6. University of Aberdeen
Gambar 5. Sir Duncan Library(dok.pribadi)

Hingga saat ini, Zeni yang sudah resmi menjadi doktor dan kembali mengajar di almamaternya, tetap istiqomah mengulang-ulang hafalan sekaligus menerima setoran. Ditambah lagi Zeni kini aktif mengisi webinar bedah buku dan pelatihan kepenulisan. Baginya kegiatan menghafal adalah prioritas dan jika dikelola dengan manajemen waktu dan energi yang baik maka menghafal itu adalah mission possible karena Allah telah menjamin kemudahannya dalam Qur'an surat Al Qomar. Hal ini sejalan dengan pesan Ustaz Aris, guru pertama Zeni di Griya Qur’an, bahwa “Menghapal itu adalah menandatangani kontrak dengan Allah. Bukan yang lainnya."

Gambar 7. Serial Buku Memoar Zeni

Terima kasih untuk Zeni yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penulisan artikel berupa 'Ulasan Buku' dengan tema "Perempuan Inspiratif" yang menjadi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April ini dan mengizinkan saya untuk melampirkan fotonya. Terakhir saya kutip tulisan Zeni di Instagramnya tentang perempuan yang selalu menjadi topik hangat di bulan April.

"Menjadi perempuan sepertinya adalah sebuah tantangan, karena selalu menjadi sumber perdebatan. Bercita-cita tinggi disebut terlalu berambisi. Berkarir disebut abai dalam mengurus keluarga. Menjadi ibu rumah tangga disebut menyia-nyiakan gelar akademis. Memilih sendiri dituduh tidak cukup cantik untuk menarik laki-laki. Bersemangat tinggi untuk berpendidikan disebut melakukan hal yang percuma. 

Padahal perempuan adalah sumber kemuliaan. Saat menjadi seorang anak, ia adalah jalan surga bagi sang ayah. Saat menjadi seorang saudara, ia sumber kemuliaan saudara laki-lakinya. Saat menjadi istri, ia menggenapkan agama suaminya. Saat menjadi ibu, ia adalah pencetak generasi penerus bangsa. Bagaimana pun posisinya, apapun pilihannya, tidaklah mengurangi kemuliaannya. 

Karena kemuliaan perempuan membuatnya layaknya seorang ratu. Dan tentu saja seorang ratu harus berpengetahuan. Jadi untuk para perempuan, jangan berhenti untuk selalu memperbaiki kualitas diri. 



  



Thursday, February 25, 2021

Bincang Rindu Kawan Lama



"Hai kamu, kemana ajaaaa, aku dianggurin sampai 4 tahun lamanya"

"Maaf ya, maaf.."

"Kamu gak rindu? Aku yang rinduuu.. berat.. sampai bulukan"

"Hiks, bukan begitu, kerjaanku gak beres2 nih, adaaa aja"

"Ah kamu, kerjaan memang gak akan habis. Aku kan sobat, tempat kamu berbagi rasa, bukan kerjaan" 

"Bahkan kadang berbagi rasa aja aku gak sempat.. [lebay]"

"Waduh kalau kamu gak sempet sharing sama aku aka pikiran dan suara hatimu sendiri, gimana orang lain bisa berbagi rasa denganmu?"

"Iya iya.. aku terlalu banyak alasan"

"Coba deh kamu inget2 lagi pertama kali "nyiptain" aku? Sampai sekarang aja aku masih berasa desir gelora semangatmu setiap posting tulisan baru. Sehari bisa dua kali loh aku tayang."

"Mana mungkin aku lupa. Pulang kuliah aku jadi sering ke comlabs sampai menjelang magrib bahkan beberapa menit sebelum kelas hanya untuk posting tulisan"  

"Haha gak hanya comlabs.. warnet tetangga juga sampai hapal wajah kamu. Warnet di pasar, warnet di pengkolan jalan lamping, warnet dimana aja yang kamu temuin pas kamu lagi pengen nulis. Aku bahagiaaaa banget jadi duniamu" 

"Dan jatah bulananku cepat habis gara2 aku kebelet posting kamu di warnet ya...haha" 

"Kamu nyadar gak sih kalau aku tuh isinya lebih banyak kisah ringan keseharian dan larik rima puisi ya. Ada lah sedikit tulisan tentang kesehatan, review buku, opini, biar aku terlihat lebih berwarna. Meski overall aku isinya banyakan curhatan kamu yang dibuat lebih baku..wkwkwk" 

"Ini memang PR ku sejak lama. Aku harus lebih banyak baca, lebih banyak diskusi, supaya tulisanku lebih berbobot, lebih bermanfaat. Atau bahkan tulisan ku bisa mencetak rupiah...hihi ngarep"

"Ah gak usah muluk2 deh, kamu posting satu puisi pendek aja aku udah seneng, itu artinya kamu bahagia. Bukankah itu alasan kamu dulu mengganti judul blogmu? Coba kamu cerita apa artinya "Meranggas Jejak"? Terdengar aneh sih menurutku"

"Iya sih, terdengar dipaksakan ya? Meranggas itu kan biasanya untuk tumbuhan yang mengalami kematian ya. Salah satu tandanya adalah daunnya yang berguguran. Lalu apa hubungannya dengan jejak?"

"Ishh kumaha kamu teh, itu kan tadi pertanyaan aku. Jadi yang nanya aku atau kamu? [mulai oleng]

"Ya sudah, meski kamu sudah tahu jawabannya, aku bahas lagi ya. Jadi dulu waktu pertama aku buat blog alasannya simple, karena aku suka nulis. Menulis blog itu seakan akan aku sedang monolog di kereta yang melaju dari Milan menuju Vienna melewati Zurich sambil menyaksikan gagahnya pegunungan bergurat salju dan kilaunya danau yang memantulkan pendar mentari, jangan lupa lantunan irama yang membuat suasana makin syahdu [mulai halu]..... eh teruskan ya.. Lalu aku mulai berselancar, mengunjungi blog-blog keren versi aku. Senang rasanya membaca tulisan yang mengalir seperti air, renyah seperti renginang dan manis seperti tiramisu. 

"Terus terus.."

"Terus ya aku mulai belajar benahi kamu, rumahku, blogku sendiri. Aku cari judul yang sesuai karakterku, aku atur layout yang simpel tapi cukup menarik, aku pilih label-label penting, bahkan aku buat header khusus pakai aplikasi gratisan. Lalu waktu berlalu begitu cepat, aku sibuk. Aku kan kuliah, tugasku numpuk kaya cucian piring. Aku jadi lupa menulis. Lalu aku bertemu pria yang blognya jadi top five favoritku, lalu aku semangat lagi menulis. Kami pun menikah dan menulis bersama di satu rumah. Tapi tetep banyakan dia yang nulis.... eh kok jadi kesini ya."

"Gak apa2 diseling iklan...hahaha" 

"Akhirnya pada suatu titik aku berkontemplasi...[catet]. Aku mau blog ku punya arti. Aku bahagia jika satu dari sekian tulisanku memberi setitik manfaat. Kamu pasti tahu kan betapa bahagianya aku saat ada notifikasi email yang ternyata isinya adalah pemberitahuan kalau blogku kedatangan tamu. Satu dua tamu bahkan meminta informasi lebih detail tentang tulisanku. Alhamdulillah..." 

"Jadi itu ya maksud dari 'Meranggas Jejak'?"

"Ya mungkin terkesan maksa sih. Aku ingin meninggalkan bekas2 kebaikan yang terangkum dalam jejak yang mudah diakses siapa saja. Dan jejak itu takkan hilang karena dia sudah bersenyawa dengan waktu, seakan-akan helai daun yang meranggas lalu melekat pada semen yang mengeras. Harusnya sih jejak yang meranggas ya.. Tapi meranggas jejak lebih puitis bagiku.."

"Atau jejak yang akan tetap ada meski kamu yang meranggas?"

"Ya.. atau aku.. yang meranggas" 

"Makasih sudah membangunkan aku, meski nanti mungkin aku akan tidur lama lagi, karena kesibukanmu.. anak-anakmu, prioritasmu, tugasmu.." 

"Maaf ya.. maaf.."

"Kamu tahu, aku bahagia menjadi jejakmu, kelak aku akan tertawa, menangis dan haru bersama anak cucumu dikala mereka menjejak satu demi satu hurufku, meski kamu telah meranggas memeluk kenangan."  



Catatan kecil : 
Tulisan pertama setelah sekian purnama. Dibuat untuk meramaikan challenge Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari. ^_^