Saturday, April 24, 2021

Memoar Zeni

Ramah, bersahaja, tidak banyak bicara, itulah kesan pertama saat bertemu dengannya. Kami melaju di bis yang sama menuju rumah salah satu member pengajian As Sakinah di kota Aberdeen, Skotlandia. Pengajian yang dilakukan sebulan sekali ini adalah wahana temu kangen para muslimah Indonesia baik yang telah menjadi permanent resident maupun para mahasiswa yang sedang studi di kota yang dikenal dengan sebutan kota Granit. Saya yang berstatus sebagai istri mahasiswa tentu tidak akan melewatkan agenda bulanan ini, karena absen dari pengajian artinya melewatkan kesempatan bersilaturahmi, melewatkan kesempatan mendapat ilmu tentang islam dan tentunya melewatkan sajian menu kampung halaman yang selalu membuat kangen para perantau.

Zeni Rahmawati, demikian nama lengkapnya. Beliau dikenalkan oleh Mbak Nur, pengurus As Sakinah, saat membuka acara pengajian. Zeni adalah seorang mahasiswa PhD di University of Aberdeen. Saat itu, Zeni mendapat kehormatan untuk sharing materi keislaman. Nasehatnya mengalir bagai air, materinya sederhana namun disajikan dengan gaya bahasa yang membuat jamaah terpikat. Semakin terpikat lagi setelah Mbak Nur memberi tahu bahwa Zeni adalah seorang penghapal Qur’an. Tiga puluh juz telah melekat erat di dadanya. 

Sejak pertemuan pertama di As Sakinah, pertemuan kami berikutnya bisa dihitung jari. Beliau sibuk dengan penelitian S3, saya juga sibuk mempersiapkan agenda kepulangan kembali ke Indonesia karena masa studi suami hampir usai. Sungguh andai saya diberi kesempatan tinggal lebih lama di Aberdeen, saya akan sering jumpa dengannya, mendengar tausiyahnya dan menyetorkan hapalan saya yang jalan di tempat.   

Meski sudah kembali ke tanah air, saya masih bergabung dengan WAG As Sakinah. Mendapat informasi tentang kajian As Sakinah atau info lain tentang Aberdeen membuat rindu saya akan Aberdeen dan kenangan di dalamnya terobati. Suatu hari Zeni meminta bantuan untuk mengisi kuesioner tentang cover buku barunya. Beliau akan merilis buku pertama yang berisi kumpulan tulisannya di Facebook berupa pengalaman beliau selama tinggal di Aberdeen. Dan tentu saja setelah buku itu rilis, saya termasuk pemesan yang tak sabar untuk membaca kisahnya. 

Gambar 1. Pilihan cover buku

Bukan judul bukunya yang menarik perhatian saya meski tulisannya jelas-jelas eye catching. Tapi justru tagline di bawah judul yang membuat saya merasa bahagia telah membelinya. “Memoar Perjalanan Seorang Penghafal Qur’an, Kandidat Doktor Bidang Kimia di Skotlandia”, demikian tulisnya. Ada perasaan kagum namun ada pula rasa minder, sudah lah doktor, bidang kimia, hapal Qur’an pula. Tahu perumpaan remah rengginang kan ya? Maka remah rengginang itu saya, dan bintang gemilang itu Zeni.

 

Buku Diary Sang Pemimpi
Gambar 2. Buku Diary Sang Pemimpi

Kisah yang diceritakan di buku terbitan Nea Publishing itu tidak ditulis secara runut, satu sama lain ada yang saling berkaitan namun ada pula yang berdiri sendiri. Membacanya seperti sedang membaca diary, seru, personal, tapi sarat dengan hikmah. Diawali dengan cerita ketidaksengajaan Zeni bergabung dengan Griya Qur’an, sebuah lembaga tahsin-tahfizh di Surabaya yang menjadi awal mula lahirnya cita-cita Zeni untuk menjadi seorang hafizhah. Lalu lika liku seleksi beasiswa doktoral hingga akhirnya pilihan studi berlabuh di University of Aberdeen. Serta manis pahit perjuangan selama menjalani PhD sembari tetap mempertahankan hapalan Al Qur’an.

Perempuan Sendiri

Fragmen yang dominan dari buku ini adalah kisah tentang keseharian Zeni bersama teman-teman labnya yaitu para anggota grup penelitian Surface Chemistry and Catalysis. Zeni adalah satu-satunya perempuan di antara para pria bule tampan lagi pintar itu. Diceritakan pada mulanya Zeni merasa tidak nyaman, tidak berani, tidak bebas. Tapi siapa sangka seiring dengan berjalannya waktu, perkenalan yang kemudian berkembang menjadi persahabatan itu menjadi jalan bagi Zeni untuk mengenalkan indahnya Islam. 

Zeni memberi nama julukan yang lucu kepada 5 teman pria nya itu. Ada Si Jail sang teman diskusi, Si Ganteng yang tatapannya bisa meluberkan hapalan Qur’an berlembar-lembar, Si Unyu yang selalu tersenyum menawan, Si Raksasa yang berbadan tinggi besar dan sangat perhatian dan Si Genius yang cerdas namun kadang menakutkan. Dengan piawai Zeni mendeskripsikan karakter kelima teman prianya itu. Pembaca diajak untuk mereguk hikmah warna-warni sifat manusia, mengambil yang baik dan membuang yang buruk. Tidak semata-mata Allah kirimkan orang-orang di sekitar kita melainkan Allah mempunyai maksud dan tujuan, yang andai kita dengan tulus menjalankannya maka akan kita temukan mutiara hikmah yang bernilai sebagai bekal perjalanan. Tidak lah semata-mata Allah menempatkan Zeni di Aberdeen, atau saya di sini dan kamu disana melainkan pasti ada misi kebaikan yang Allah titipkan bukan? Dan disanalah Zeni berhasil menjalankan misinya, sebagai agen muslim yang baik, menjadi da’i sebelum apapun, ‘Nahnu du’at qabla kulli syai’in’.  


Gambar 3. Zeni dan teman-teman satu lab (IG rahmawati_zeni)

Hobi berdiskusi

Di sub judul Bravest Man diceritakan bahwa Si Jail paling sering berdiskusi dengan Zeni tentang Islam. Dari mulai prinsip pergaulan, aturan mencari pasangan, hingga masalah takdir. Memang prinsip Zeni sebagai muslimah yang tidak mau bersalaman dan berpacaran merupakan sesuatu yang unik, out of the box, berbeda dengan budaya disana sehingga teman-temannya tertarik untuk membahasnya. Meski berbeda pendapat mereka tidak pernah heboh menyalahkan atau mencoba membenturkan pendapat masing-masing. 

Ini adalah salah satu catatan teman Zeni ketika ia meminta pendapat tentangnya. 

“Your character is si opposite, like east and west. You are so open minded, like to talk and help every`body. It’s so easy for you to interact with other people, but you have a lot of limitation, you cannot shake hand, you don’t touch man, you hate when other people touch your head. You are so protective to your body”. 

Bagi Zeni dan muslimah lain yang menjadi minoritas, upaya menunjukkan wajah Islam yang sebenarnya tidak mudah. Jika mereka memandang jilbab adalah penindasan, maka sebenarnya jilbab adalah kebebasan. Jika mereka mendapat gambaran dari media bahwa aturan Islam itu adalah bentuk pengekangan, maka sebenarnya aturan itu adalah bentuk perlindungan. 

Ada lagi kisah tentang Si Ganteng yang mengundang teman-temannya makan siang untuk merayakan kelulusan. Mereka setuju untuk bertemu di The Bobbin, salah satu bar di kota Aberdeen. Hanya Zeni yang tidak bisa ikut. 

“How about lunch today? The only issue is how about Zeni”, Si Imut mengawali diskusi. 

“The closest place and have enough space for ten people is The Bobbin”, timpal Supervisor. 

“But I cannot go there”, tegas Zeni. 

“You can order hot chocolate and vegetarian food”, timpal Ganteng yang paham bahwa Zeni hanya memilih makanan ‘halal’ 

“I cannot understand. You don’t have to drink alcohol and you can eat vegetarian or seafood. Why do you still refuse to go?”, keluh Cicik, salah satu teman perempuan Zeni. 

“It’s not about the food, it’s about the place, terang Zeni. 

Bar tidak identik dengan hal yang negatif menurut budaya disana tapi disinilah prinsip Zeni diuji. Meski Ganteng adalah teman baik, tapi jika ajakannya bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakini, maka tidak ada tawar menawar. Alih-alih Ganteng menjadi ‘pundung’, sebagai laki-laki gentleman dia malah menawarkan Zeni untuk pergi ke kedai kopi setelah makan siang. Satu hikmah yang bisa dipetik adalah sedekat apa pun hubungan kita dengan seseorang, jangan sampai ragu atau mudah menukar prinsip. Insyaa Allah keteguhan akan menjadi syarat terbukanya jalan keluar termasuk urusan muamalah di negeri asing. 

Keteguhan Zeni berbuah manis. Pada sebuah kesempatan sebelum acara buka kado, Zeni mempersilakan teman-temannya memulai acara tanpa menunggunya karena dia akan salat Asar. 

“No, we will wait for you Zeni. You can do your prayer first”, jawab salah seorang teman. 

Bahkan saat 30 menit berlalu dan Zeni belum beranjak untuk sholat, si Jail kembali menegur. 

“Zeni, jam berapa kamu harus sholat? Jika memang sudah waktunya pergi saja, don’t bother with anything else. 

“Harusnya jam 13.15, oh ini sudah 13.45, terlambat 30 menit.”

“Then, segera pergi, happy praying!”

Ada juga yang berpesan, “Don’t be selfish Zeni, pray for me too! Don’t pray only for your self.” 


Gambar 4. Zeni saat Wisuda (griyaalquran.id)

Sebelum menginjakkan kakinya di Skotlandia sebagai seorang student, Zeni telah rampung menyetorkan 30 juz hapalan Quran. Namun dengan niat tulus untuk menjaga hafalan dan belajar Qur'an, Zeni mencari guru / ustadz untuk melancarkan hafalannya. Usaha pertama Zeni adalah meminta izin kepada Imam Mesjid Aberdeen untuk menjadi muridnya, namun ditolak karena Imam tidak bersedia mengajar bukan mahram. Akhirnya pencarian itu berujung pada perjumpaan Zeni dengan salah seorang ustadz lulusan Al Azhar Kairo jurusan Hukum Islam yang sempat menjadi imam sholat maghrib. Bertempat di Sir Duncan Rice Library, perpustakaan utama University of Aberdeen, dengan ditemani seorang kawan perempuan, Zeni menyetorkan hapalannya kepada ustadz. Begitulah kesehariannya diisi dengan kesibukan di lab sambil tetap menjaga hapalan dan istiqomah menjadi agen kebaikan, menebar keindahan Islam. 


Gambar 6. University of Aberdeen
Gambar 5. Sir Duncan Library(dok.pribadi)

Hingga saat ini, Zeni yang sudah resmi menjadi doktor dan kembali mengajar di almamaternya, tetap istiqomah mengulang-ulang hafalan sekaligus menerima setoran. Ditambah lagi Zeni kini aktif mengisi webinar bedah buku dan pelatihan kepenulisan. Baginya kegiatan menghafal adalah prioritas dan jika dikelola dengan manajemen waktu dan energi yang baik maka menghafal itu adalah mission possible karena Allah telah menjamin kemudahannya dalam Qur'an surat Al Qomar. Hal ini sejalan dengan pesan Ustaz Aris, guru pertama Zeni di Griya Qur’an, bahwa “Menghapal itu adalah menandatangani kontrak dengan Allah. Bukan yang lainnya."

Gambar 7. Serial Buku Memoar Zeni

Terima kasih untuk Zeni yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penulisan artikel berupa 'Ulasan Buku' dengan tema "Perempuan Inspiratif" yang menjadi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April ini dan mengizinkan saya untuk melampirkan fotonya. Terakhir saya kutip tulisan Zeni di Instagramnya tentang perempuan yang selalu menjadi topik hangat di bulan April.

"Menjadi perempuan sepertinya adalah sebuah tantangan, karena selalu menjadi sumber perdebatan. Bercita-cita tinggi disebut terlalu berambisi. Berkarir disebut abai dalam mengurus keluarga. Menjadi ibu rumah tangga disebut menyia-nyiakan gelar akademis. Memilih sendiri dituduh tidak cukup cantik untuk menarik laki-laki. Bersemangat tinggi untuk berpendidikan disebut melakukan hal yang percuma. 

Padahal perempuan adalah sumber kemuliaan. Saat menjadi seorang anak, ia adalah jalan surga bagi sang ayah. Saat menjadi seorang saudara, ia sumber kemuliaan saudara laki-lakinya. Saat menjadi istri, ia menggenapkan agama suaminya. Saat menjadi ibu, ia adalah pencetak generasi penerus bangsa. Bagaimana pun posisinya, apapun pilihannya, tidaklah mengurangi kemuliaannya. 

Karena kemuliaan perempuan membuatnya layaknya seorang ratu. Dan tentu saja seorang ratu harus berpengetahuan. Jadi untuk para perempuan, jangan berhenti untuk selalu memperbaiki kualitas diri. 



  



20 comments:

  1. Masya Allah keren banget 😍 sampai ketemu penulisnya langsung tentu beda dan lebih terinspirasi ya teh.

    Beberapa orang bule yang saya dengar memang tolerance nya tinggi dan menghormati aturan Islam, salut

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Teh Andina, kemampuan Zeni berkomunikasi bertemu dengan hobi teman-temannya dalam berdiskusi, jadinya klop deh..

      Delete
  2. Masya Allah, sosoknya menginspirasi sekali... Seru juga melihat interaksi penulis bersama teman-teman bulenya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju Teh Nathalia.. baca dialog Zeni sama teman2nya benar2 seru..

      Delete
  3. Luar biasa sosoknya ... masyaAllah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maasya Allah.. semoga kisahnya menjadi amal kebaikan ya Teh Heidy..

      Delete
  4. Pasti beda ya rasanya baca buku yang penulisnya kita beneran kenal dengan yang kita nggak kenal. Keren banget sih Mbak Zeni ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Teh Shanty, sy minta beliau review dulu tulisan ini khawatir ada kata-kata yang tidak sesuai..

      Delete
  5. Mbaknya keren amat ini!
    Memegang teguh prinsip, sampai orang2 nerima klo itu prinsip dia...
    Uwow

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti di awal-awal ada perasaan sungkan ya Teh Dini, tapi Allah mudahkan Zeni untuk tetap teguh..

      Delete
  6. Masya Allah panutan bangeeeet. Beliau ngajar di mana teh sekarang?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Info dari beliau saat ini Zeni belum mulai aktivitas ngajar di almamater, jadi lebih banyak menerima setoran di Griya Qur'an

      Delete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. MaasyaAllah keren banget mbak Zeni ini, teh Dika juga menyampaikan dengan baik, jadi saya meleleh bacanya pun. Tiga Paragraf terakhir ijin saya simpan ya teh.. bagus banget dan pas buat penyemangat saya.. Ini kata2 dari teh Dika atau dari Zeni ini ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Paragraf terakhir saya nukil dari IG Zeni, Teh Afina. IG nya beliau rahmawati_zeni

      Delete
  9. MashaAllah.. ini inspiratif banget! Muslimah panutan yang melanglangbuana sebagai duta bangsa dan agama. Semoga semangatnya mengalir pada kita semua ya, amiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Teh Lenny.. ah Teh Lenny yang sudah melanglangbuana lebih lama, jejak kebaikannya sudah banyak dimana-mana..proud of you Teh

      Delete
  10. Wah ternyata Teteh kenal sama penulis bukunya ya. Sangat menginspirasi ini tulisannya teh, berasa jadi remahan rengginang mikroskopis huhu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rengginang sekarang tidak kasat mata ya Teh Affina.. hehe

      Delete
  11. Masya Allah.. bagus banget ini ceritanya. Awalnya aku pikir bukan kisah nyata tp kok ada foto2.. mana salah fokus deh ada yg ganteng..hehe

    ReplyDelete