Tuesday, January 17, 2012

Sosok Yang Membuatku Cemburu

Pertama kali tahu namanya ketika mentoring di SMA. Beberapa kali, oleh teteh mentor yang berbeda, namanya disebut. Namanya sederhana, seperti nama orang Sunda, ada pengulangan pada nama panjang. Yoyoh Yusroh, sederhana bukan?

Belum pernah saya bertemu dengannya, bahkan mencoba mencari tahu gambar wajahnya di internet pun tidak, sampai saya membaca buku yang satu ini “Yoyoh Yusroh, Mutiara Yang Telah Tiada”.

Membeli buku ini bukan tidak disengaja. Pada suatu pengajian, saya diingatkan lagi tentang kisah ummi, panggilan ustadzah yoyoh. Katanya ummi ini sibuk sekali. Dia adalah anggota dewan, pengurus yayasan sosial, murobbiyah, dan ibu dari 13 orang anak. Sekalipun agendanya padat, harus berda’wah dan mengunjungi banyak tempat, tapi makannya selalu terjaga. Jika ia diminta memilih masakan padang atau makanan siap saji, maka dia memilih masakan padang. Soda pun sangat dihindari. Alasannya adalah karena masakan siap saji, makanan yang mengandung msg, dan soda berbahaya bagi rahim perempuan, padahal rahim adalah tempat bersemayamnya calon manusia yang akan lahir ke dunia. Selalu saja ada cerita yang berbeda dari ustadzah yoyoh, dan semua cerita membuatku kagum. Karena itu, saat pergi ke toko buku, buku ini menjadi salah satu yang terpilih.


Lahir dari ibu seorang mubaligh dan bapak seorang guru ngaji membuat ummi tumbuh berkembang sebagai orang yang sangat perhatian dengan ilmu agama. Menemani bapak dan ibu berceramah, menjaga wirid harian, mengkhatamkan qur’an di bulan Ramadhan sudah menjadi keseharian ummi sejak kecil. Amalan tersebut tidak lantas meluntur saat ummi remaja, justru semakin meningkat. Mungkin bekalan itu pula yang membuat ummi menjadi pionir gerakan demonstrasi pada masa pemerintahan Orba. Ummi bersama ratusan pelajar saat itu mendemo Mendiknas agar menarik larangan berjilbab bagi muslimah di sekolah-sekolah umum.

Dari sekian banyak kisah yang disuguhkan, cerita yang paling berhasil membuatku cemburu antara lain :

Selama tiga periode tinggal di kompleks DPR, pohon-pohon yang ada di rumahnya tumbuh subur. Pohon jamblang berbuah lebat, pohon melati berbunga setiap hari, dan tanaman gelombang cinta banyak daunnya. Kebiasaannya adalah sering memberi salam dan mengajak bicara tumbuh-tumbuhan itu setiap paginya. (Ma, tanaman di depan rumah jarang sekali dika sapa..mereka rindu mama)

Ummi menjadikan ASI sebagai sarana untuk memperbanyak saudara. Berapa kali beliau menyusui anak muslimah yang lain. Tujuannya untuk menambah persaudaraan dengan mereka. Dari situ muncul ikatan nasab. Bahkan di Qatar pun, Ummi memiliki anak sepersusuan dan hal itu telah disampaikan kepada anak-anaknya ketika mereka telah cukup dewasa. (Tidak hanya menyempurnakan masa penyusuan putra dan putrinya, tapi ummi juga menyusui bayi-bayi lain. Sungguh suatu amal yang tidak pernah sedikit pun terlintas dalam benak saya. Subhanallah).

Suatu saat ummi dan Abi (suami Ustadzah Yoyoh) menengok seorang akhwat yang baru beberapa hari melahirkan. Akhwat tsb sedang menempuh studi master dan tinggal menunggu siding. Sang akhwat berkeinginan anaknya lahir setelah sidang. Namun Allah berkehendak lain, sang bayi lahir ketika akhwat ini menanti siding. Saat menengok , Ummi merasa sang akhwat panik. Ummi lalu meminta izin kepada Abi untuk ke kamar mandi sebentar. Sang suami menanti di ruang tamu. Satu jam belum juga keluar dari kamar mandi. Sang suami tetap sabar, tetapi rasa heran tetap muncul dalam dirinya. Dalam perjalanan pulang Ummi baru cerita bahwa Ummi melihat tumpukan popok yang belum dicuci. Ummi lalu mencuci semua popok itu. (Lihatlah, satu amalan lagi.. amalan yang luar biasa bukan?)

Ummi merintis sebuah yayasan. Namanya Yayasan Ibu Harapan. Salah satu produknya adalah pesantren Ummu habibah. Pesantren ini merupakan pesantren bagi para penghapal Qur’an (Hafizh). Mungkin terkesan biasa saja, karena toh sudah banyak pesantren semacam ini di beberapa kota. Tapi yang membuatnya berbeda adalah lokasi pendirian pesantren ini. Markazul Qur’an ini terletak di komplek perumahan Ibu Aminah, Ibunda Ummi. Ummi ingin di hari tuanya, Ibunda dikelilingi oleh para Hafizh Qur’an. Pendirian pesantren ini merupakan warisan dari ummi sekaligus hadiah ummi untuk ibunda tercinta. (Maafkan dk Ma, jangankan menghadiahkan seribu hafizh untuk menemanimu, hapalan Qur’an yang dulu terangkai dengan cita-cita agar kelak engkau peroleh mahkota cahaya pun belum dk tuntaskan..)

Hari itu, Rabu 18 Mei 2011, Ummi dan keluarga yang sedang dalam perjalanan pulang dari Yogya mengalami kecelakaan. Singkat cerita para korban dilarikan ke rumah sakit terdekat. Saat itulah takdir Allah menjemput, Ummi wafat pada pukul 03.30 di Rumah Sakit Mitra Plumbon, Cirebon.

Pukul 10.00 jenazah Ummi tiba di Komplek Rumah Jabatan Anggota DPR. Ratusan orang telah menunggu kedatangannya. Mereka menanti dalam haru, isak tangis dan gema takbir. Sungguh bukan hanya mereka yang merasa kehilangan, beberapa perwakilan dari Negara tetangga, Negara-negara Asean, mujahidin dan mujahidah Palestina pun turut menyampaikan takziyah atas kepergian Ummi. (Lingkaran kebaikannya terlalu luas.. hingga menembus sekat benua.. ah, bahkan tetangga 1 RW pun aku belum kenal)

Sekali lagi, puncak dari segala kisahnya yang membuatku semakin kagum dan semakin cemburu. Bukan, bukan kata-kata hikmah atau amalan sholeh, bukan pula untaian syair atau pidatonya yang berbobot, tapi puncak dari pencapaian cita-cita seorang muslim di dunia, khusnul khotimah. Ya, seulas senyum manis menghiasi wajah pucat jenazah ummi. Senyum yang menandakan perjuangannya sepanjang hayat telah berjumpa pahala yakni keridhaan Rabb yang ia selalu tinggikan kalimatnya.



1 comment: